SOLOPOS.COM - Sejumlah siswa sedang mengikuti proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2016/2017 di salah satu sekolah, Senin (27/6/2016). (JIBI/Solopos/Istimewa)

Pendidikan Sragen, sebanyak 14 siswa putus sekolah karena berbagai sebab, di antaranya kehilangan motivasi untuk belajar.

Solopos.com, SRAGEN –– Sebanyak 14 siswa dari jenjang SD hingga SMA di Kabupaten Sragen putus sekolah pada 2016 ini. Faktor internal dan eksternal melatarbelakangi para siswa memilih berhenti belajar di sekolah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dari 14 siswa itu, 10 orang di antaranya sempat mengenyam bangku SD/MI. Tiga anak sempat belajar di bangku SMP dan satu anak sempat belajar di bangku SMA. Sebanyak 12 dari 14 siswa putus sekolah itu berjenis kelamin laki-laki. Hanya dua siswi putus sekolah yang sempat mengenyam pendidikan di bangku SD.

Kasubag Perencanaan dan Evaluasi Dinas Pendidikan (Disdik) Sragen Sunar menjelaskan faktor internal yang melatarbelakangi siswa putus sekolah adalah hilangnya motivasi belajar. Dia menjelaskan beberapa anak memiliki daya intelegensi yang rendah.

“Mereka itu sudah tidak mau sekolah karena kehilangan motivasi. Dalam bayangan mereka, sekolah itu sangat sulit. Pikiran mereka tidak bisa menjangkau. Biasanya, mereka itu punya keterbelakangan mental,” jelas Sunar saat ditemui Solopos.com, di kantornya, Jumat (14/10/2016).

Sementara faktor eksternal yang melatarbelakang siswa putus sekolah datang dari keluarga. Pada umumnya, anak-anak ini lahir di keluarga miskin yang beranggapan pendidikan bukanlah kebutuhan dasar.

”Di keluarga ini, pendidikan itu diabaikan karena tidak dianggap sebagai kebutuhan pokok. Mereka lebih mementingkan memburu keperluan ekonomi dan mengabaikan pendidikan anak. Bahkan, mereka rela mengajak anak bekerja dan melupakan sekolah,” terang Sunar.

Sunar mengakui ada faktor lain penyebab siswa keluar dari sekolah yakni hamil di luar nikah. Meski demikian, kebanyakan siswa itu tidak masuk kategori putus sekolah karena memilih pindah sekolah atau menempuh pendidikan kesetaraan.

”Kalau melihat data, terdapat tiga siswa SMP dan satu siswa SMA yang putus sekolah. Mereka semua laki-laki. Kalau siswi hamil di luar nikah masih bisa disiasati dengan pindah sekolah atau menempuh pendidikan kesetaraan. Itu tidak termasuk putus sekolah,” jelas Sunar.

Pada pertengahan 2016 lalu, lulusan SD di Sragen mencapai 13.188 siswa. Sementara jumlah siswa yang diterima di SMP mencapai 11.861 siswa. Terdapat 14.748 lulusan SMP pada 2016, namun jumlah siswa yang diterima di SMA/SMK hanya mencapai 12.572.

Sunar mengakui ada ketimpangan jumlah lulusan SD dan SMP dengan jumlah siswa yang diterima di SMP dan SMA/SMK. Meski begitu, Disdik Sragen tidak bisa menelusuri keberadaan lulusan SD yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP atau lulusan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK.

”Kami belum tahu apakah mereka benar-benar tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya atau mungkin melanjutkan sekolah ke luar Sragen. Belum ada penelusuran ke arah sana,” paparnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya