SOLOPOS.COM - Ilustrasi guru kelas SD. (JIBI/Solopos/Dok.)

Pendidikan Semarang tercemari belum layaknya penghasilan guru sekolah swasta.

Semarangpos.com, SEMARANG — Para guru sekolah dasar (SD) swasta yang tergabung dalam Forum Komunikasi Sekolah Dasar Swasta (FKSDS) Kota Semarang mendatangi DPRD setempat untuk memperjuangkan kelayakan penghasilan. “Kami ke sini untuk memperjuangkan nasib rekan-rekan guru swasta yang kesejahteraannya masih kurang,” ungkap Koordinator FKSDS Kota Semarang Syaefudin di sela-sela audiensi dengan para legislator di Ruang Paripurna DPRD Kota Semarang, Senin (20/2/2017).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Rombongan perwakilan guru SD swasta itu ditemui Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Agung Budi Margono, Ketua Komisi D Laser Narindro, anggota DPRD Dyah Ratna Harimurti, dan pejabat Dinas Pendidikan Kota Semarang. Kepada para legislator itu, Syaefudin memaparkan banyak guru SD swasta yang kini hanya menerima gaji sekitar Rp300.000/bulan-Rp400.000/bulan dari yayasan, setelah beberapa poin bantuan pemerintah yang selama ini bisa menambah penghasilannya dihilangkan.

“Dulu, masih ada bantuan penyelenggaraan pendidikan [BPP] atau pendamping BOS, bantuan fungsional, bantuan kesra, bantuan sapu jagad, dana alokasi khusus [DAK],” papar Kepala SD Islam Nurul Quran Semarang itu.

Ia mencontohkan bantuan fungsional bagi lembaga pendidikan swasta di Semarang yang dulu diberikan senilai Rp200.000/bulan setiap enam bulan, termasuk bantuan kesra, dan sebagainya yang bisa membantu menambah penghasilan para guru swasta. Namun, kini kelima poin bantuan pemerintah itu tidak lagi diberikan sehingga para guru swasta yang belum diangkat hanya menerima gaji dari sekolah yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran yayasan.

Bahkan, imbuh dia, bantuan anggaran fisik untuk lembaga pendidikan swasta yang semula dikucurkan oleh Disdik Kota Semarang juga sudah tidak ada lagi sehingga membuat pengelola SD swasta kesulitan membenahi sarana pembelajaran. Padahal, setidaknya ada 200 guru SD swasta dari berbagai sekolah di Kota Semarang yang kini hanya berpenghasilan sekitar Rp300.000/bulan-Rp400.000/bulan, belum termasuk guru-guru swasta dari jenjang di atasnya, seperti SMP dan SMA.

“Kami ingin enam poin itu dikembalikan seperti semula, yakni BPP/pendamping BOS, bantuan fungsional, bantuan sapu jagad, bantuan kesra, DAK, dan bantuan anggaran fisik dari Disdik Kota Semarang,” pungkas Syaefudin.

Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Disdik Kota Semarang Hari Waluyo mengaku akan mengupayakan poin-poin bantuan itu dikembalikan di APBD, tetapi tidak bisa tahun ini karena APBD Kota Semarang 2017 sudah digedok. “Dari masukan kawan-kawan guru ini, kami akan konsultasikan kepada pimpinan untuk memasukkannya pada APBD 2018. Yang jelas, kami pastikan tidak ada dikotomi antara sekolah negeri dan swasta, guru negeri dan swasta,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Agung Budi Margono mengatakan persoalan yang dihadapi guru-guru swasta Kota Semarang itu berpangkal pada bantuan hibah yang saat ini tidak bisa sebebas sebelumnya karena prosedurnya diperketat. “Namun, bagaimanapun kami minta Disdik Kota Semarang menyiapkan formulasi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini. Nanti, bisa diperjuangkan pada APBD 2018. Pendidikan ini prioritas,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya