SOLOPOS.COM - Kepala Disdikbud Jateng Gatot Bambang Hastowo. (Twitter.com)

Pendidikan yang diselenggarakan SMAN 1 Kota Semarang memilih mengeluarkan (drop out) siswa daripada membinanya.

Semarangpos.com, SEMARANG — Dinas Pendidikan Jawa Tengah mendukung langkah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Semarang yang memilih mengeluarkan dua siswanya ketimbang melakukan pembinaan atas kesalahan yang telah mereka perbuat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Disdik Jateng Gatot Bambang Hastowo menyatakan langkah SMAN 1 Kota Semarang itu sudah sesuai prosedur. “Setiap sekolah memiliki aturan dan tata tertib, termasuk mengenai tindakan atas pelanggaran yang dilakukan siswanya,” kata Gatot Bambang Hastowo di Kota Semarang, Minggu (25/2/2018) malam.

Sebagaimana diwartakan, SMAN 1 Semarang mengeluarkan dua siswa, yakni AN dan AF, setelah menuduh keduanya melakukan penganiayaan terhadap junior mereka saat kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK). Selain dua siswa yang drop out (DO), tujuh siswa lainnya diskors.

Gatot mengaku sudah mengirimkan tim untuk melakukan penyelidikan dan pendalaman atas kasus tersebut, termasuk melihat rekaman kegiatan LDK dan menyimpulkan sekolah sudah sesuai dengan prosedur. “Sudah saya kirimkan tim ke sana untuk mendalami, termasuk saya sendiri turun ke sana. Sekolah dalam mengambil keputusan pasti ada dasarnya. Dasarnya, aturan dan tata tertib sekolah bersangkutan,” katanya.

Ia mengatakan setiap bentuk pelanggaran siswa sudah diberikan skor, misalnya merokok yang diberikan skor 10, memukul kawannya diberikan skor 20, ataupun menggunakan fasilitas sekolah tidak sesuai peruntukan. Apabila skor atas pelanggaran itu sudah melebihi aturan yang ditetapkan, kata dia, sekolah bisa mengambil tindakan, termasuk sampai langkah mengembalikan siswa kepada orang tuanya atau dikeluarkan.

“Sekolah sudah melakukan sesuai tahapan berdasarkan aturan dan tata tertib sekolah. Jadi, tidak sepihak. Kepala sekolah juga tidak mungkin mengambil keputusan sendiri tanpa pertimbangan banyak pihak,” katanya.

Diakuinya, langkah SMAN 1 Semarang mengeluarkan dua siswa itu tanpa ada koordinasi dengan dirinya selaku kepala Disdik Jateng, tetapi diperbolehkan karena sesuai manajemen berbasis sekolah (MBS). “Artinya, sekolah punya kewenangan mengelola pembelajaran. Tidak harus seizin kepala dinas, namun yang terpenting kebijakan bisa dipertanggungjawabkan dan kepala sekolah berani bertanggung jawab,” katanya.

[Baca juga Dituduh Aniaya Junior, 2 Siswa SMAN 1 Di-DO]

Apalagi, imbuh dia, tidak mungkin jika setiap sekolah ketika mengambil kebijakan harus selalu seizin Disdik Jateng, mengingat jumlah SMA dan SMK yang ada di 35 kabupaten dan kota di Jateng mencapai 598 sekolah. “Namun, saya juga harus mengambil kebijakan karena dua siswa ini sudah kelas XII dan sebentar lagi harus Ujian Nasional (UN). Bahkan, namanya sudah terdaftar. Jangan sampai mereka tidak bisa mengikuti UN,” kata Gatot.

Oleh karena itu, Gatot menyatakan akan memfasilitasi kedua siswa yang dikeluarkan dari SMN 1 Kota Semarang itu untuk melanjutkan pembelajaran dan mengikuti pelaksanaan UN di dua SMA negeri yang terdekat dengan tempat tinggal masing-masing. Sekolah itu, menurut dia sudah ditentukan.

KLIK DI SINI untuk Penjelasan Kepala SMAN 1
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya