SOLOPOS.COM - Gedung SMK Kesehatan Rahani Husada berdiri di Jogonalan, Klaten, Senin (13/3/2017). (Ponco Suseno/JIBI/Solopos

Pendidikan Klaten, DPRD menerima aduan terkait eksploitasi anak di sebuah SMK.

Solopos.com, KLATEN — DPRD Klaten menerima pengaduan dugaan eksploitasi anak di SMK Kesehatan Rahani Husada Klaten, Senin (13/3/2017).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Guna menelusuri hal tersebut, DPRD Klaten berencana menginspeksi SMK Rahani Husada yang berlokasi di Jogonalan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, DPRD Klaten menerima pengaduan empat siswa reguler SMK Rahani Husada Klaten di gedung DPRD Klaten, Senin.

Keempat siswa itu, yakni SLI, ARS, SSI, HSR. Kehadiran para siswa kelas XI itu di gedung DPRD Klaten didampingi Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Nasional Indonesia Klaten dan perwakilan orang tua. Kehadiran para siswa di DPRD Klaten diterima anggota Komisi IV DPRD Klaten Hartanti dari PDIP dan Mifta Huda dari Partai Hanura.

Selain menjelaskan kronologi dugaan eksploitasi siswa, LPK Nasional Indonesia Klaten juga menyerahkan surat bernomor 099/LPKNI.718/33.10/II/2017 tertangal 12 Februari 2017. Dalam surat yang diketahui pimpinan LPK Nasional Indonesia Klaten, Slamet Komarudin, itu dijelaskan dugaan eksploitasi anak berawal dari dibukanya kelas reguler di SMK Rahani Husada pada 2015.

Kelas reguler tersebut dikhususkan siswa tidak mampu. Seluruh biaya pendidikan 15 siswa reguler ditanggung sekolah atau yayasan. Nantinya, siswa kelas reguler yang sudah lulus sekolah diwajibkan mengembalikan biaya sekolah yang pernah ditanggung SMK Rahani Husada Klaten dengan sistem potong gaji saat bekerja.

Setelah lulus, SMK Rahani Husada siap menyalurkan tenaga siswa ke mitra kerja kesehatan di berbagai daerah di Tanah Air. Memasuki tahun kedua, yakni 2017, belasan siswa reguler diasramakan di kawasan Srago, Mojayan, Klaten Tengah.

Siswa diberi pelatihan selama dua bulan tentang terapi dan bekam. Selanjutnya, para siswa ditarget memperoleh 80 pasien saat magang. Duit yang dihasilkan dari jasa memberikan terapi harus disetor ke sekolah.

Para siswa berkeliling dari kampung ke kampung untuk mencari pasien mulai pukul 08.00 WIB-20.00 WIB. Hal itu mengakibatkan para siswa tertekan, stres, dan takut. Materi pembelajaran seperti itu dinilai menyalahgunakan kurikulum pendidikan dan diduga melanggar UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

“Selama mengikuti magang, tidak ada pendampingan khusus dari sekolah atau yayasan. Duit yang diperoleh siswa rata-rata Rp30.000 per pasien disetor ke sekolah semuanya. Di antara siswa itu juga bilang ke saya pernah pulang malam dan hampir diperkosa orang di jalan. Ke depan, kami akan sidak ke SMK terkait untuk mengklarifikasi terlebih dahulu persoalan ini ke sekolah. Praktik di sekolah diperbolehkan. Agar tak ada persoalan, mending tidak diusah ditarget seperti itu,” kata Hartanti, saat ditemui wartawan di DPRD Klaten, Senin.

Terpisah, Ketua Yayasan Rahani Husada Klaten, Nunung Haryanto, membantah telah mengeksploitasi peserta didiknya. Kegiatan magang di SMK Rahani Husada bagian dari kegiatan belajar mengajar (KBM) guna mencetak generasi yang tangguh dan mandiri di lapangan.

“Di SMK Rahani Husada ada dua kelas, kelas unggulan [187 siswa] dan kelas reguler [15 siswa]. Kelas reguler itu untuk membantu siswa yang tidak mampu. Mereka tetap kami tampung di sini. Seluruh biaya pendidikan, kami yang menanggungnya. Setelah lulus, mereka membayar seluruh biaya pendidikan itu dengan sistem potong gaji. Itu semua sudah ada kesepakatan [antara sekolah dengan orang tua siswa], jadi tidak ada eksploitasi anak,” katanya.

Nunung mengatakan perbedaan kelas unggulan dan kelas reguler di antaranya terletak pada program magang. Magang siswa kelas unggulan dua kali selama kelas X-XII dengan target dapat mencari pasien 50 orang. Sedangkan kelas reguler harus mengikuti beberapa tahapan, seperti pembekalan, pramagang, dan magang. Target pasien 80 orang.

“Ini memang hal baru. Jadi, ada yang mempertanyakan. Soal target, memang kami patok seperti itu agar para siswa memiliki semangat. Selama magang itu, kami tetap mendampingi mereka. Jadi, tidak benar kalau tidak ada pendampingan,” katanya.

Hal senada dijelaskan Kepala Sekolah (Kasek) SMK Rahani Husada Klaten, M. Irfan. Target yang dipatok sekolah terhadap siswa dalam mencari pasien hanya bertujuan agar siswa tidak malas selama magang.

“Kami siap terbuka dengan orang tua terkait program kelas reguler itu. Program itu [magang] untuk merangsang agar siswa memiliki kreativitas di lapangan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya