SOLOPOS.COM - ilustrasi dugaan pungli DPRD Solo. (Dok)

Anggota DPRD Klaten mencium adanya indikasi pungutan liar dalam pemberkasan dan penerimaan tunjangan profesi guru.

Solopos.com, KLATEN — Legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Klaten mencium adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam penerimaan tunjangan profesi guru tesertifikasi di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten. Pungutan itu terjadi pada 2017 lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sekretaris Komisi I DPRD Klaten, Sunarto, dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Klaten, Selasa (9/1/2018), mengaku menerima sejumlah laporan ada guru dimintai dana dalam proses pemberkasan dan penerimaan tunjangan profesi guru. “Jumlahnya beragam dan mungkin terjadi di semua daerah,” kata Sunarto saat dihubungi Solopos.com, Kamis (11/1/2018) malam.

Menurut politikus Partai Golkar itu, Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mendatangi salah satu kecamatan di Klaten pada 2014. Seusai didatangi KPK, praktik pugli itu disebut-sebut sempat mereda namun kembali muncul pada 2017.

Sebelum menyampaikan pandangan umumnya dalam rapat paripurna, Partai Golkar juga meminta konfirmasi sejumlah fraksi lain. Hasilnya, fraksi lain juga mengendus informasi serupa.

“Ada laporan dari beberapa penerima tunjangan profesi guru, setiap kali pencairan [dipungut] Rp50.000 per orang,” kata Nurcholis Madjid dari fraksi PAN saat dimintai konfirmasi Solopos.com melalui pesan Whatsapp, Kamis.

Sunarto menyayangkan masih ada praktik pungli itu mengingat Klaten sedang menjadi sorotan dalam kasus jual beli jabatan yang menjerat mantan Bupati Klaten Sri Hartini. “Sekarang tinggal tagih janji bupati. ‘Sing ra bener kon minggir [yang tidak bekerja dengan benar harus minggir],’ kira-kira begitu kata Bupati dalam hampir setiap kesempatan,” kata dia.

Salah seorang guru di Kecamatan Ngawen yang enggan disebutkan namanya menceritakan setiap kali pemberkasan ia dimintai Rp100.000. Pemberkasan dilakukan setiap semester.

Sedangkan pada saat penerimaan tunjangan, ia kembali harus menyetorkan uang senilai Rp150.000 per triwulan. “Dalam satu semester setidaknya ada Rp400.000 yang dipungut,” kata dia, akhir pekan lalu.

Guru lain di Kecamatan Kebonarum mengutarakan hal senada. Dalam setiap pemberkasan, ia menyetorkan setidaknya Rp150.000 per semester. Sedangkan saat pencairan ia dimintai Rp80.000 per bulan.

Pungutan itu diduga melibatkan oknum Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S). “Pemberkasan setiap satu semester. Saya tidak tahu apakah di daerah lain juga sama dengan Klaten atau tidak,” tutur dia.

Kepala Disdik Klaten, Sunardi, mengapreasi guru yang berani bersikap jujur dan jelas terkait pungli. Ia menjelaskan tahun ini anggaran baru berjalan dan belum ada proses pemberkasan, penetapan penerima, apalagi pencairan.

“Tapi, kami akan cek dan telusuri informasi tersebut dan saya berharap semua berterus terang biar terang benderang,” kata dia, Kamis.

Disdik Klaten berencana membentuk tim pengendalian dan pengawasan internal. Saat ini Disdik sedang mengkaji formulasi yang tepat dan efektif soal mekanisme kerja tim itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya