SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan tehadap anak (liputan6.com)

Pendidikan Klaten, empat SMP ditetapkan sebagai pilot project dalam pencegahan kekerasan anak.

Solopos.com, KLATEN — Empat sekolah menengah pertama (SMP) bakal menjadi pilot project pembuatan model pencegahan kekerasan anak. Kegiatan itu digulirkan selama enam bulan mulai tahun ajaran 2017/2018.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kasi Perlindungan Hak Perempuan Perlindungan Khusus Anak dan Pemenuhan Hak Anak Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos PPPAKB) Klaten, Hari Suroso, mengatakan program itu digulirkan bekerja sama dengan Unicef. Ia mengatakan bergulirnya program tersebut didasari hasil riset kasus kekerasan anak.

Unicef mencatat 21 persen anak Indonesia usia 13-15 tahun atau usia SMP mengalami kekerasan di sekolah. Dari 21 persen itu, 36 persen anak laki-laki pernah berkelahi. alah satu bentuk kekerasan yang dialami anak usia SMP yakni bullying.

“Dampak dari hal-hal semacam itu luar biasa hingga membuat anak minder. Selain itu, bisa berpengaruh pada kemampuan akademik. Mungkin saja bisa berdampak pada depresi berkepanjangan yang berujung bunuh diri. Melihat kondisi itu, kemudian digulirkan program pencegahan kekerasan. Kebetulan Klaten menjadi salah satu pilot project Unicef,” kata Hari saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kamis (15/6/2017).

Pilot project pembuatan model pencegahan kekerasan anak dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Untuk Jawa Tengah riset dilakukan di Semarang dan Klaten. Jika riset berhasil, model yang dibikin bakal digulirkan di seluruh Indonesia.

Hari mengatakan kegiatan yang digulirkan yakni membuat model pencegahan kekerasan anak. Ada empat sekolah yang menjadi pilot project bergulirnya program itu. Keempat sekolah itu yakni SMPN 3 Klaten, SMPN 6 Klaten, SMPN 2 Prambanan, serta SMPN 2 Jatinom.

“Dari empat sekolah itu kami bagi lagi ada yang diintervensi dengan kegiatan ada yang dijadikan kontrol. Untuk kegiatan ada di SMPN 2 Prambanan dan SMPN 6 Klaten sementara untuk kontrol di SMPN 3 Klaten dan SMPN 2 Jatinom,” ungkapnya.

Intervensi yang dilakukan di SMPN 2 Prambanan dan SMPN 6 Klaten dilakukan melalui kegiatan yang digulirkan selama enam bulan setelah memasuki tahun ajaran 2017/2018. “Untuk sekolah yang diadakan kontrol itu semacam survei saja di sekolah setempat. Tujuan dari program ini untuk menekan angka kekerasan anak di sekolah serta mengubah perilaku anak ke perilaku positif,” katanya.

Dari sekolah yang dijadikan pilot project, sebanyak 30-40 siswa dipilih sebagai agent of change antikekerasan. Salah satu tugas mereka mengingatkan rekan sebaya tak melakukan kekerasan termasuk bullying.

“Jadi, agen ini tidak melulu anak yang pintar dalam akademik. Salah satu pertimbangan pemilihan yakni seberapa banyak siswa tersebut kenal dengan teman-temannya di sekolah,” urai dia.

Terkait angka kekerasan anak di Kabupaten Bersinar, Hari menilai kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Klaten masuk kategori sedang. Hal itu berdasarkan jumlah kasus selama 2016 yakni 48 kasus dengan anak yang menjadi korban atau pelaku masih di bawah 100 orang.

Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMPN 6 Klaten, Agus Suparnadi, mengatakan pembinaan kerap dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap siswa. “Jika ada yang melanggar, kami lakukan pembinaan lagi dan membuat surat pernyataan bermeterai untuk mencegah. Kalau memang masih melakukan kekerasan di sekolah dan tidak bisa lagi dibina, kami kembalikan ke orang tua,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya