SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelajar SMA (JIBi/Harian Jogja/Antara)

Pendidikan Klaten dinodai dengan banyaknya pungutan liar di sekolah.

Solopos.com, KLATEN Puluhan warga yang tergabung dalam Sanggar Kebangsaan mendatangi Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten, Kamis (21/5/2015). Kedatangan mereka untuk mengadukan pungutan yang masih terjadi di sekolah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu warga, Sumarni, 42, mengaku anaknya bersekolah di salah satu SMP Negeri di wilayah Kecamatan Ceper. Selama ini, pengelola SMP tersebut masih melakukan beragam pungutan salah satunya pungutan untuk biaya lembar kerja siswa (LKS).

“Sebelumnya ada penjualan kaus kaki berlogo sekolah di koperasi. Kalau tidak membeli dan memakai kaos kaki berlogo itu, kaus kaki yang dipakai langsung disita. Tetapi, setelah kami audiensi sebelumnya dengan DPRD sekarang sudah tidak ada. Tinggal pungutan untuk biaya LKS. Terakhir kalau tidak salah harus membayar Rp112.000,” kata wanita yang bekerja sebagai buruh tani asal Desa Palar, Trucuk itu seusai audiensi.

Selain dibebani biaya LKS, ia mengaku belum lama ini sekolah menggelar study tour dengan biaya mencapai Rp500.000/siswa. Meski tak diwajibkan, pengelola sekolah terkesan mempersulit siswa yang tak ikut kegiatan tersebut. “Kalau harus membayar sebesar itu tentu memberatkan terutama bagi orang tua siswa yang tidak mampu. Memang tidak diwajibkan, tetapi kalau tidak ikut diminta melakukan kunjungan sendiri untuk membuat karya tulis. Kesannya dipersulit bagi siswa yang tidak ikut,” kata dia.

Warga lainnya, Tri Waluyo, juga mengeluhkan masih ada pungutan di salah satu SMA negeri di wilayah Cawas. Selain pungutan berupa pembelian buku LKS, pengelola sekolah juga membebani orang tua siswa terkait pembayaran uang gedung.

“Seperti kemarin masih diminta untuk uang gedung. Karena sudah telanjur dibayarkan, kami protes maksudnya diminta kembali. Tetapi, tidak dikembalikan uang yang sudah dibayar. Inginnya sekolah bisa berjalan sesuai aturan yang ada. Tidak ada lagi pungutan-pungutan yang membebani orang tua,” kata dia.

Koordinator Sanggar Kebangsaan, Wardiyono, mengatakan selama ini pengelola sekolah juga masih tak terbuka terkait rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) yang semestinya bisa diketahui oleh publik.

“Kami menuntut RKAS itu diberikan sesuai aturan karena di Permendikbud No. 101/2013 RKAS harus dilaporkan dan diinformasikan secara tertulis setiap semester bersamaan dengan penerimaan rapor. Di lapangan, RKAS itu masih dirahasiakan,” ungkapnya.

Wardiyono mengatakan penyimpangan soal penjualan seragam sekolah selama ini masih terjadi. Padahal, sesuai Permendikbud No. 45/2015 sudah diatur jika seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua.

Sekretaris Disdik, Sudirno, mengatakan bakal menindaklanjuti keluhan terkait pungutan di sekolah. “Banyak yang mengeluhkan tentang biaya pendidikan, nanti kami bantu. Jangan sampai ada anak putus sekolah hanya karena orangtua tidak mampu membiayai pendidikan,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya