SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelajar SMA. (JIBI/Solopos/Antara)

Sejumlah SMA di Solo belum bisa menerapkan sistem kredit semester (SKS) seperti SMAN 3 Solo lantaran terkendala banyak hal.

Solopos.com, SOLO—Setelah SMAN 3 Solo menerapkan SKS, SMA lain berencana mengikuti. Meski demikian hingga saat ini belum ada sekolah lain yang berhasil menerapkan kebijakan tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

SMAN 5 contohnya. Kepala SMAN 5, Yusmar Setyobudi, mengaku telah melakukan studi banding program SKS ke SMAN 5 Mataram, Nusa Tenggaran Barat (NTB), beberapa waktu lalu. Alasannya sistem pembelajaran menggunakan SKS di SMAN 5 Mataram telah diberlakukan sejak 2015.

Sistem pembelajaran di Mataram tak ubahnya seperti di perguruan tinggi yakni moving class. Para siswa berpindah-pindah kelas, mendatangi guru setiap berganti pelajaran.

“Dari hasil studi banding itu, sulit bagi SMAN 5 menerapkan SKS karena kendala keterbatasan ruang,“ kata dia, Kamis (10/8/2017).

Sementara itu, SMAN 1 Solo yang semula berencana menerapkan SKS dalam kegiatan mengejar batal merealisasikannya. Padahal berbagai persiapan telah dilakukan yakni administrasi, modul, jadwal mengajar, hingga pembagian guru.

Batalnya rencana itu lantaran tidak mendapatkan dukungan dari komite sekolah. “Kami sebenarnya sudah menyiapkan perangkat SKS, tapi saat kami ajukan ke komite sekolah pada Tahun Ajaran 2016/2017, [mereka] minta dikaji ulang, terutama dari sisi kesiapan guru,” kata Kepala SMAN 1 Solo, Hartiningsih, ditemui Solopos.com di ruang kerjanya di SMAN 1 di Jl. Wolter Monginsidi, Solo, Kamis.

Karena tidak mendapatkan dukungan dari komite sekolah, hingga Tahun Ajaran 2017/2018, SMAN 1 masih menggunakan sistem paket. “Para guru memang sempat khawatir tidak bisa memenuhi ketentuan 24 jam mengajar apabila menggunakan SKS. Akhirnya mereka memilih paket yang lebih nyaman,” kata dia.

Hartiningsih mengatakan sistem SKS berbeda dibandingkan program akeselerasi atau percepatan. “Program akselerasi memang sudah di-setting dua tahun, tapi kalau SKS tergantung siswa. Bila siswanya pandai, mereka bisa rampung dalam waktu empat semester atau lima semester,” jelas dia.

Namun, menurut dia, ada kendala dalam sistem SKS yakni bila siswa rampung dalam lima semester, mereka tidak bisa langsung melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi negeri (PTN). Siswa tetap harus menunggu sampai tahun ketiga untuk mengikuti ujian nasional dan pendaftaran PTN yang sudah terjadwal.

“Masalah ini juga perlu dipikirkan agar tidak sampai merugikan siswa,” kata perempuan berhijab ini. SKS, sambung dia, rencananya diterapkan pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), tetapi pemerintah telah membubarkan keberadaan RSBI. “Musyawarah Kerja Kepala Sekolah [MKKS] SMA Solo telah melakukan sosialisasi SKS ke SMAN 1 Solo yang termasuk RSBI. Jadi kami mulai mempersiapkan sistem SKS ini,” ungkapnya.

Dia menambahkan apabila pemerintah memutuskan SKS diberlakukan di SMA, pihaknya siap melaksanakan. “Prinsipnya kami siap kalau SKS menjadi kebijakan resmi pemerintah,” kata Hartiningsih.

Terpisah, Ketua MKKS SMA Solo, Thoyibun, tidak menekankan program SKS di SMA karena belum ada regulasi resmi dari pemerintah. “Dinas Pendidikan dan Kebudayaan [Disdikbud] Jawa Tengah juga tidak menekankan program SKS karena belum ada sinkronisasi dengan perguruan tinggi,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya