SOLOPOS.COM - Budiati mengasuh Edi Septiawan, penderita cerebral palsy di rumahnya Dusun Ngaren Desa Banjarasri Kalibawang, Kulonprogo.(JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Budiati mengasuh Edi Septiawan, penderita cerebral palsy di rumahnya Dusun Ngaren Desa Banjarasri Kalibawang, Kulonprogo.(JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Anak dengan kebutuhan khusus seharusnya mendapatkan perhatian dan pendampingan khusus dari ahli medis. Namun, seorang anak berkebutuhan khusus di Pegunungan Menoreh tidak pernah mendapatkannya.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Kesabaran yang dimiliki Budiati, 45, dan suaminya Sadimun, 48, memang luar biasa. Segenap kekuatan dan kasih sayang diserahkan sepenuhnya untuk anak semata wayang mereka, Edi Septiawan. “Dalam hidup kami, hanya Edi yang kami pikirkan,” ungkap Sadimun, ketika ditemui Harian Jogja di rumahnya, Dusun Ngaren Banjarasri Kalibawang, Kulonprogo belum lama ini.

Edi memang tidak seperti anak kebanyakan. Di usia yang telah menginjak 11 tahun, ia hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Ia mengalami cerebral palsy sejak usia tujuh bulan. Akibatnya, organ tubuhnya tidak bisa berfungsi. Dengan kondisi itu, ia membutuhkan perhatian khusus dari orang di sekelilingnya.

Setiap hari, Budiati dan Sadimun bergantian menjaganya. Tidak hanya di rumah, mereka juga sering menggendongnya untuk mengajak ke warung, bahkan menonton pertunjukan jatilan yang sering digelar di kampung. “Ia senang kalau diajak nonton jatilan,” ungkap Budiati.

Ia mengakui, dengan kondisinya, Edi seharusnya mendapatkan penanganan khusus. Namun, hal itu tidak pernah dilakukannya. Edi tidak pernah dibawa ke tempat terapi atau pelatihan khusus anak seperti dirinya. Alasannya, mereka kesulitan membawa anak tersebut.

Rumah mereka yang ada di perut bukit, memaksa mereka harus turun bukit dan menyeberang sungai untuk bias mencapai jalan raya. Kendaraan tidak bisa masuk ke halaman rumah. “Kalau mau ke mana-mana, saya gendong dia [Edi] menyeberang sungai,” tambah Budiati.

Budiati menuturnya, dirinya pernah membawa Edi untuk terapi di sebuah rumah sakit di Jogja, namun hanya satu kali. Selain kendala transportasi, ia juga tidak tega melihat reaksi anak tersebut. Ketika diterapi, Edi ketakutan. Ia berteriak-teriak dan menangis bahkan hingga pulang ke rumah. Malamnya, ia panas dan kejang berkali-kali.

Pernah pula mereka membawa Edi mengikuti kegiatan perkumpulan anak Cerebral Palsy, namun rupanya upaya itu kurang disukai Edi. “Baru beberapa menit berkumpul, dia sudah menangis tanda minta pulang. Mungkin dia takut atau bosan,” tambah Budiati.

Tokoh masyarakat Desa Banjarasri, Panji Kusuma mengungkapkan, dengan kondisinya, Edi seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari tenaga ahli, seperti memberikan terapi guna meningkatkan kemampuan motorik. “Mestinya ada program dari pemerhati sosial untuk memberikan perhatian yang dibutuhkan Edi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya