SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha/dok)

Solopos.com, SOLO – Kaum difabel dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengecam sekaligus menuntut kepada Panitia Pelaksana SNMPTN 2014 dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia untuk mencabut persyaratan yang sangat diskriminatif terhadap warga negara Indonesia yang berkebutuhan khusus.

Dalam siaran pers yang diterima Solopos.com, Jumat (7/3/2014), Direktur Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) M. Joni Yulianto, S.Pd. MA. M.P.A menyatakan menolak terhadap kebijakan persyaratan yang tidak memperbolehkan difabel menjadi peserta SNMPTN 2014, sebab persyaratan itu jelas inkonstitusional, melanggar hak asasi manusia dan melanggar prinsip hukum.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Joni Yulianto, yang juga seorang tuna netra ini menunjukkan bahwa dalam website resmi yang dikelola Panitia Pelaksana SNMPTN 2014 dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (https://web.snmptn.ac.id/ptn/36) dinyatakan bahwa seorang calon peserta SNMPTN 2014 disyaratkan tidak tuna netra, tidak tuna rungu, tidak tuna wicara, tidak tuna daksa, tidak buta warna keseluruhan, dan tidak buta warna keseluruhan mapun sebagian

“Ingat! Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bunyi Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu sangat jelas. Petikan konstitusi tersebut menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dan pemerintah memikul tanggung jawab untuk memenuhinya bagi setiap warganegara,” tegasnya.

Sebagai pemegang tanggung jawab utama, menurut Joni Yulianto, pemerintah tidak diperkenankan bertindak diskriminatif terhadap pemenuhan hak atas pendidikan. Perlakuan diskriminatif adalah satu tindakan terlarang, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 28I ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Kami sungguh sedih dan sangat prihatin. Di tengah jaminan konstitusional atas hak pendidikan, ternyata masih terdapat potret buram pemenuhan hak pendidikan di Indonesia. Sikap diskriminatif inilah potret buram ini,” tambah Joni Yulianto.

Bagi kaum difabel, persyaratan SNMPTN 2014 jelas akan membunuh harapan mereka untuk menjadi peserta SNMPTN. “Hak mereka untuk mengembangkan minat, bakat dan kecerdasannya di perguruan tinggi negeri tertutup. Ketiadaan akses terhadap hak atas pendidikan juga akan berdampak terhadap hak hidup anak-anak difabel kedepannya,” urai Joni.

Dia juga menilai, munculnya persyaratan SNMPTN 2014 yang menghalangi difabel sebagai salah satu peserta,  sebenarnya adalah satu langkah yang sangat mundur,mengingat negara Indonesia pasca reformasi telah memiliki begitu banyak landasan hukum hak asasi manusia yang menjamin dengan tegas terhadap tanggung jawab pemenuhan hak atas pendidikan.

Terkait dengan hal itu, Joni Yulianto yang menyatakan mewakili jutaan kaum difabel di Indonesia mendesak Menteri Pendidikan Republik Indonesia,  Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia  dan Panitia Pelaksana SNMPTN 2014 segera mencabut persyaratan yang menghalangi difabel menjadi peserta SNMPTN 2014, dan mengumumkannya di media massa.

“Kami juga mendesak Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia untuk menindak tegas lembaga-lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan kebijakan pendidikan dan implementasinya yang melakukan praktik diskriminatif terhadap Difabel dan menegaskan untuk tidak mengulangi praktek diskriminatif terhadap difabel,” katanya.

Pada bagian lain, Joni Yulianto juga mendesak agar Menteri Pendidikan dan pemangku kebijakan di sektor pendidikan segera menerapkan pendidikan inklusi di Indonesia pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan, dalam rangka memastikan terpenuhinya hak difabel atas pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya