SOLOPOS.COM - Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) saat menangani sebuah perkara, beberapa waktu lalu. (Setkab,go.id)

Pencatutan nama Jokowi-JK membuat Setya Novanto terancam mendapat sanksi. Wakil Ketua MKD mengisyaratkan sanksinya tak ringan.

Solopos.com, JAKARTA — MKD bisa menjerat Ketua DPR Setya Novanto dengan sanksi sedang yang berujung pemberhentiannya dari jabatan pimpinan DPR. Hal ini terkait kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres dalam pemufakatan jahat renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi PDIP Junimart Girsang memberikan sinyal bahwa sanksi untuk Setya Novanto tidak mungkin ringan. Pasalnya, MKD pernah memberikan sanksi ringan saat Setya terbukti bersalah karena hadir dalam konferensi pers pengusaha sekaligus kandidat capres AS Donald Trump, beberapa waktu lalu.

“Sanksi untuk Setya berupa akumulasi dari sanksi sebelumnya. Jadi tidak boleh ringan,” katanya menjelang Rapat Paripurna di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (15/12/2015). Baca juga: Setya Novanto Polisikan Pemred Metro TV, Istana: Jangan Dikriminalisasi!

Sesuai aturan, sanksi yang tertuang dalam pasal 19 Peraturan DPR RI No. 1/2015 tentang Kode Etik tersebut bisa berdampak pada pencopotan Setya dari jabatan Ketua DPR karena mengandung pelanggaran hukum. Pencopotan itu diatur dalam ayat 8 pasal 147 UU tentang MD3 telah mengaturnya. Dalam beleid itu, sanksi sedang bisa berdampak pada pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR.

Namun demikian, anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faizal mengaku pesimistis MKD mampu memberikan sanksi setimpal untuk perbuatan Setya yang terbukti melakukan pertemuan dengan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin bersama Riza Chalid, pengusaha migas. “Realitanya, banyak anggota fraksi yang terus berselancar. Banyak dari mereka yang kebingungan harus mendengar pendapat yang mana. Yang tadinya mulai lurus, diganti lagi. Pada intinya, suara MKD masih terpecah,” kata Akbar.

Anggota MKD yang baru dari Fraksi PPP, Dimyati Natakusumah, belum berpendapat banyak soal putusan untuk Setya. Dimyati juga masih mempermasalahkan bukti rekaman yang hanya salinan. “Intinya, putusan masih dalam pengkajian. MKD mau membedah betul di mana pelanggaran etiknya. MKD mau tanya ahli dan pakar juga agar tidak salah mengambil keputusan. Jadi, sedang atau berat, itu nanti,” katanya.

Pecahnya suara MKD tidak hanya terjadi pada kali ini saja. Sebelumnya, MKD juga sempat terbelah saat akan membawa Setya Novanto ke persidangan. Untuk mengakhiri itu, pimpinan MKD akhirnya memutuskan untuk menggelar voting agar keputusan bisa segera diambil. Hasilnya, voting itu dimenangkan oleh kubu yang ingin membawa Setya ke persidangan dengan 11 suara. Enam anggota Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, dan Fraksi PPP kalah karena bersikap sebaliknya.

Sejauh ini, anggota MKD dari Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir, Ridwan Bae, dan Adies Kadir yang getol membela Setya Novanto di persidangan, belum memberikan pendapat soal sanksi untuk Ketua DPR itu. Setya dikenal sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical).

Untuk mengerucutkan vonis untuk Setya Novanto dalam kasus “papa minta saham”, seluruh anggota MKD menggelar konsinyering atau rapat konsultasi di luar DPR sebelum membacakan vonis pada Rabu (16/12/2015).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya