SOLOPOS.COM - Calon presiden Amerika Serikat (AS) , Donald Trump (kanan) berdiri dengan Setya Novanto, Ketua DPR RI saat konferensi pers di Manhattan, New York, AS, Kamis (3/9/2015). (JIBI/Solopos/Reuters)

Pencatutan nama Jokowi yang sedang disidangkan MKD belum menghasilkan keputusan. MKD masih mempertanyakan status Sudirman Said sebagai pelapor.

Solopos.com, JAKARTA — Sidang MKD soal dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto karena mencatut nama Jokowi-JK dalam renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia berlangsung alot. Hingga saat ini sidang belum menghasilkan keputusan apapun.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Surahman Hidayat, mengatakan sidang yang digelar masih belum memutuskan apapun karena terjadi adu argumentasi soal bukti rekaman yang disampaikan pelapor, yaitu Menteri ESDM Sudirman Said. “Sidang belum menghasilkan keputusan soal aduan Sudirman Said,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (23/11/2015).

Dalam sidang tersebut, papar Surahman, anggota MKD masih mempermasalahkan soal perbedaan bukti rekaman suara yang sedikit berbeda dengan transkrip. “Dalam rekaman suara ada sekitar 120 menit. Tapi yang ditranskrip hanya sekitar 11.38 menit. Jadi transkripnya hanya potongan.”

Ekspedisi Mudik 2024

Untuk itu, jelasnya, MKD masih akan memanggil ahli bahasa untuk memverifikasi rekaman tersebut. “Kami akan datangkan pakar bahasa karena keputusan MKD mempunyai dasar yang lebih kuat,” katanya.

Selain itu, para anggota MKD juga masih mempermasalahkan laporan Sudirman Said yang mengatasnamakan Kementerian ESDM. “Laporan itu ternyata bukan individu Sudirman. Tapi Sudirman sebagai Menteri ESDM. Hal itu terbukti dalam surat yang menyertakan kop kementerian tersebut.”

Dari laporan Menteri ESDM itu, MKD belum akan menindaklanjuti laporan pengaduan dari eksekutif ke legislatif itu. “Karena persoalan ini menyangkut sistem ketatanegaraan. Kami akan pelajari dulu,” katanya.

Sementara itu, ahli hukum dari Universitas Padjajaran, Yesmil Anwar, menilai Sudirman Said punya kewenangan untuk melaporkan Setya Novanto. “Dalam hukum yang dianut, tidak ada larangan. Setiap warga negara punya hak yang sama untuk melaporkan siapapun,” katanya.

Lebih baik, paparnya, MKD fokus memverifikasi bukti laporan Sudirman Said daripada sekadar mempermasalahkan asal dan pangkat pengaduan tersebut. “Jika syarat adanya bukti terpenuhi, pelaporan bisa diproses sesuai dengan atran yang berlaku.”

Akal-Akalan

Peneliti politik dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia Lucius Karus menilai wacana yang dilontarkan Surahman soal pengaduan eksekutif ke legislatif hanya akal-akalan agar persidangan Setya Novanto batal digelar.

“Ini bisa jadi pertanda MKD sudah tak berdaya dengan tekanan koalisi yang dalam hal ini KMP telah resmi mendukung Setya. Dan mempermasalahkan legal standing merupakan bagian dari upaya mencari celah untuk menghambat penyelesaian kasus tersebut.”

Dalam hal itu, tuturnya, MKD juga tidak konsisten karena konsep berpikirnya sangat tidak pro terhadap upaya terciptanya parlemen yang bermartabat. “Mereka terlampau kaku memahami aturan sehingga masalah legal standing pelapor menjadi sangat penting ketimbang dugaan perilaku busuk yang menjadi isi laporan.”

Sementara itu, kuasa hukum yang ditunjuk Setya Novanto, Firman Wijaya, mempermasalahkan alat bukti berupa rekaman suara yang dipakai Sudirman Said untuk menjerat kliennya. “Namun kami masih mendalami keabsahan dan cara memperoleh bukti tersebut,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen.

Menurutnya, dalam pasal 31 dan 32 UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik. pihak yang diduga sebagai perekam tidak disebutkan otoritas untuk melakukan penyadapan atau perekaman. “Untuk itu, MKD harus benar-benar memperhatikan keabsahan bukti tersebut.”

Namun demikian, Firman yang pernah menjadi kuasa hukum capres Parbowo Subiyanto saat menggugat hasil rekapitulasi KPU dalam Pilpres 2014 itu, belum mengungkap langkah hukum yang akan diambil oleh Setya. “Untuk langkah hukum, kami masih akan mempelajarinya.”

Selain Firman, Setya Novanto juga menunjuk Rudi Alfonso dan Johnson Panjaitan sebagai kuasa hukum untuk menindaklanjuti pelaporan Sudirman Said soal dugaan pelanggaran etik lantaran mencatut nama Presiden dan Wapres dalam renegosiasi perpanjangan kontrak karya pengelola tambang emas di Grasberg, Papua itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya