SOLOPOS.COM - Setya Novanto (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Pencatutan nama Jokowi-JK yang diduga dilakukan Setya Novanto dalam negosiasi kontrak Freeport dinilai KPK bukan korupsi.

Solopos.com, JAKARTA — KPK menilai Bareskrim Polri lebih berwenang menindaklanjuti kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla terkait renegosiasi kontrak Freeport Indonesia yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Plt. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki mengatakan Polri bisa masuk dari berbagai penjuru dan memiliki kewenangan melakukan penyidikan. Menurutnya, Polri bisa bisa masuk dari pelanggaran IT, tindak pidana umum, dan lainnya.

“Adapun KPK, hanya bisa masuk dari satu sisi, yaitu tindak pidana korupsi. Untuk itu, KPK belum bisa berandai-andai [soal penggunaan UU Tindak Pidana Korupsi] karena peristiwanya belum terjadi. Ini masalah reputasi,” kata Ruki di Kompleks Gedung Parlemen, Kamis (19/11/2015).

Ruki berpendapat perilaku anggota DPR yang diduga Setya Novanto itu bukan merupakan tindak pidana korupsi. “Meminta sesuatu itu adalah perilaku korup. Jadi, harus bisa dibedakan perilaku yang korup dengan tindak pidana korupsi.”

Pendapat Ruki tersebut sangat berbeda dengan Yenti Garnasih, Ketua Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti. Jika terbukti melakukan pencatutan nama, Yenti berpendapat bahwa Setya telah memperdagangkan pengaruh untuk memperoleh sesuatu atau yang biasa disebut trading influence.

Untuk itu, Yenti lebih menyarankan KPK untuk ikut mendalami kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres yang diduga melibatkan Setya Novanto. “KPK bisa mengguankan Pasal 1 dan 2 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”

Sebagai penguat perbuatan melawan hukum, penyidik bisa menggunakan Pasal 378 KUHP yang menjerat siapa saja yang melakukan muslihat untuk menggerakkan orang menyerahkan sesuatu. Toh dalam Pasal 106 KUHAP, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyelidikan saat mengetahui, menerima laporan, atau pengaduan kasus.

“Klausul ‘mengetahui’ dalam penjelasan pasal tersebut, bisa berarti membaca informasi dari media massa atau mengetahui sendiri.”

Jika acuannya KUHAP, tegasnya, baik KPK dan Bareskrim Polri bisa membawa kasus tersebut ke ranah hukum. “KPK dan Bareskrim harus proaktif dalam menjalankan misi memberantas korupsi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya