SOLOPOS.COM - Politikus Fraksi Hanura yang jadi tersangka pemberian keterangan tidak benar Miryam S Haryani bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/6/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Aprillio Akbar)

Pencabutan BAP Miryam S Haryani tidak dipertimbangkan KPK dalam nota tuntutan terhadap terdakwa kasus korupsi e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak mempertimbangkan pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani, dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Meskipun Miryam S Haryani dalam persidangan mencabut seluruh keterangannya sebagaimana diuraikan dalam BAP, namun penuntut umum sama sekali tidak mempertimbangkan pencabutan BAP tersebut,” kata JPU KPK Riniyati Karniasih di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/6/2017).

JPU menyebutkan bahwa pencabutan BAP Miryam tanpa disertai alasan yang sah dan logis. “Bahwa pemeriksaan perkara pidana pada tahap persidangan bertujuan untuk menemukan kebenaran materil. Oleh karena itu setiap orang yang menjadi saksi atau terdakwa bebas memberikan keterangan namun tidak berarti bebas memberikan kebohongan, sehingga wajar jika pembentuk undang-undang mengkualikasikan pemberian keterangan bohong sebagai tindak pidana. Berdasarkan hal itu pula, penuntut umum memohon agar majelis hakim juga tidak mempertimbangkan pencabutan keterangan dari Miryam S Haryani tersebut,” kata jaksa Riniyati.

Ketiga, alasan pencabutan BAP Miryam S Haryani karena tekanan penyidik telah terbantahkan oleh keterangan penyidik KPK, yaitu Ambarita Damanik, M.I. Susanto, dan Novel. Selain itu, ada barang bukti berupa video rekaman pemeriksaan Miryam serta tulisan tangan Miryam tentang perbuatannya mendistribusikan uang ke anggota Komisi II DPR.

“Keempat, bahwa keterangan Miryam S Haryani bertentangan dengan keterangan Diah Anggraeni, Josep Sumartono, dan keterangan para terdakwa yang menyatakan bahwa Miryam S Haryani telah menerima uang dari terdakwa II terkait dengan e-KTP sebesar 1,2 juta dolar AS,” tambah jaksa Riniyati.

Kelima, pencabuatan BAP Miryam diduga karena adanya arahan pihak-pihak lain yagn berkepentingan dalam perkara e-KTP. “Hal ini diperkuat dengan ditemukannya bukti yang cukup atas perbuatan Markus Nari menggerakkan Miryam untuk mencabut BAP. Karenanya pada 30 Mei 2017, KPK menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dalam tindak pidana menghalangi jalannya penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan yaitu menggerakkan Miryam S Haryani untuk mencabut BAP,” ungkap Riniyati.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, jaksa meminta agar pencabuatan BAP Miryam dikesampingkan. “Sejalan dengan hal itu Penuntut Umum meminta kepada majelis hakim untuk tidak mempertimbangkan pencabutan BAP Miryam S Haryani dan tetap menggunakan keterangan Miryam yang diberikan di depan penyidik sebagai alat bukti yang sah,” kata jaksa.

Dalam kasus ini, terdakwa I mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dituntut 7 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, ditambah kewajiban membayar uang pengganti US$273.700, Rp2,248 miliar, dan SGD6.000 subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan terdakwa II mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya