SOLOPOS.COM - ilustrasi

Pencabulan Boyolali, polisi memeriksa tiga saksi terkait pencabulan siswi SMP oleh gurunya.

Solopos.com, BOYOLALI — Aparat kepolisian telah memeriksa tiga saksi terkait kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang guru kepada muridnya di salah satu SMPN di Ngemplak, Boyolali.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Polisi masih memerlukan saksi tambahan untuk memastikan dan mengumpulkan barang bukti bahwa guru berinisal JS itu telah melakukan pelecehan seksual kepada salah satu siswinya, DA, 14. Kasatreskrim Polres Boyolali, AKP Miftahul Huda, menjelaskan ketiga saksi yang telah diperiksa adalah korban, pelapor, serta JS sebagai terlapor.

Dalam pemeriksaan, JS membantah telah melakukan pelecehan seksual kepada DA. JS juga tak mengakui telah memanggil DA ke ruangannya. Menurut Muftahul Huda, JS mengklaim DA-lah yang pertama menemui JS di ruangannya.

“Intinya terlapor ini merasa tak pernah memanggil korban ke ruangannya. Korbanlah yang dituduh mendatanginya di ruangannya,” ujar Miftahul kepada Solopos.com di sela-sela kegiatan di Mapolres Boyoali, Kamis (6/4/2017).

Sementara itu, DA ketika diperiksa polisi sebagai saksi mengatakan ada salah satu siswi yang mengaku diutus JS untuk memanggilnya menemui JS di ruangan guru itu. Atas hal itulah, DA mendatangi ruangan JS.

Persoalannya, kaat Miftahul, DA tak ingat betul siapa siswi yang diutus JS dan memintanya menemui JS. “Saat ditanya siapa siswi yang menyuruh dia mendatangi ruangan terlapor, korban ini sudah tak ingat nama dan wajahnya,” ujarnya.

Dalam waktu dekat, polisi akan kembali memeriksa sejumlah saksi lainnya. Pemanggilan saksi itu sangat penting untuk menemukan benang merah ada tidaknya unsur pelecehan seksual yang dilakukan guru itu. Namun, Miftahul belum bisa memastikan siapa saja saksi tambahan yang akan dipanggil polisi.

“Nanti jika memang sudah memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang dilaporkan, kasus ini akan kami naikkan [ke penyidikan]. Namun, jika tak memenuhi, ya kasus akan dihentikan demi hukum,” ujarnya.

Sementara itu, gara-gara kasus tersebut DA terancam tak bisa mengikuti Ujian Nasional (UN). DA keluar dari sekolahnya di SMPN Ngemplak. Padahal, nama DA telah terdaftar sebagai peserta UN sejak Oktober 2017 lalu.

Pendamping hukum DA, Adi Cahyo, mengatakan korban berpotensi kehilangan hak-hak dasar pendidikannya setelah kasus dugaan pelecehan seksual menimpanya. Salah satunya korban tak bisa mengikuti UN yang tinggal 1,5 bulan lagi. Padahal, UN itulah yang akan menentukan masa depan pendidikannya setelah lulus SMP nanti.

“Saya sangat mengecam sikap sekolah yang meminta ibu korban mengeluarkan anaknya. Apalagi menjelang UN. Padahal, nama korban ini sudah terdaftar sebagai peserta UN 2017,” jelas aktivis perlindungan anak-anak di Soloraya itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya