SOLOPOS.COM - Juru parkir (Jukir) mengenakan seragam baru berupa baju lurik dan blangkon hitam saat apel di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Kamis (1/8/2013). Penggunaan pakaian tradisional sebagai seragam juru parkir itu diharapkan bisa menjadi cerminan Solo sebagai kota budaya. (JIBI/SOLOPOS)

Penataan parkir Solo, wacana pemangkasan jumlah jukir mendapat reaksi dari para juru parkir.

Solopos.com, SOLO--Sejumlah juru parkir (jukir) yang beroperasi di Kota Bengawan menentang wacana penertiban yang digulirkan UPTD Perparkiran Dishubkominfo Solo. Sebelumnya, pemerintah bakal menggulirkan kebijakan memangkas jumlah jukir dari sekitar 3.500 orang menjadi 1.500 orang pada 2016.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah seorang jukir yang beroperasi di Ngapeman, Sutiman, 55, menyebut kebijakan baru tersebut rawan memicu gesekan sesama jukir.

“Pasti nanti ribut. Cuma digeser tempat sedikit saja sudah ramai. Apalagi ada seleksi di antara jukir,” terangnya saat ditemui Solopos.com, Rabu (28/10/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Lelaki yang sudah 32 tahun berprofesi sebagai jukir ini menilai wacana pembatasan jumlah jukir tersebut tidak bijak.
“Selama 32 tahun di sini, saya tidak pernah telat apalagi menunggak uang setoran. Kalau memang kami dirumahkan, itu namanya pemerintah arogan,” keluhnya.

Menurut Sutiman, jumlah jukir yang ada saat ini sudah ideal untuk menjalankan tugas jukir mengatur kelancaran lalu lintas, menjaga kendaraan, serta memungut retribusi.

“Sekarang sudah pas. Tidak terlalu banyak atau sedikit. Kalau dikurangi, jangkauan penjagaan kami akan semakin panjang dan tidak efektif. Idealnya 50 meter tiap satu jukir. Tidak keteteran,” katanya.

Jukir lain yang ditemui Solopos.com, Lilis, 35, menyebut wacana pengurangan jumlah jukir di Solo hanya akan menambah pengangguran.

“Masa sulit seperti ini mau memecat orang. Apa nanti yang dipecat mau disuruh jadi pengangguran semua,” tanyanya.

Warga Nusukan yang sudah 13 tahun berprofesi sebagai jukir ini mengatakan dirinya bersedia ditertibkan asal diberikan nilai kompensasi yang sepadan.

“Ya kalau mau dipecat silakan. Asalkan ada pesangonnya. Tidak adil kalau hanya menyuruh menganggur tanpa solusi,” ujarnya.

Disinggung soal sertifikat Bimbingan Teknis (Bintek) Pengelolaan Parkir, dia mengakui belum pernah mendapatkan undangan pembuatan sertifikat yang menjadi salah satu prasyarat menjadi jukir tahun depan.

“Saya belum pernah diundang dari dinas. Cara membuatnya bagaimana juga tidak mengerti. Ya, sebagai wong cilik kami cuma bisa pasrah,” katanya.

Menanggapi penolakan penertiban dari jukir, Kepala UPTD Perparkiran Dishubkominfo Solo, M. Usman, mengatakan pihaknya telah menyiapkan rencana bagi jukir yang terdampak penertiban.

“Jukir yang benar-benar jukir [tidak menjadikan profesi jukir sebagai sambilan] tidak kami abaikan. Jukir yang sudah tidak bertugas nantinya akan kami berikan pelatihan usaha. Pak Pj. Wali Kota [Budi Suharto] sudah setuju,” jelas dia.

Usman mengungkapkan saat ini Dishubkominfo sedang fokus menyisir jukir. “Kami terus pantau jukir yang benar-benar menjaga parkir. Yang hanya sambilan akan kami filter [masuk daftar penertiban]. Kami juga sedang mencari daftar jukir yang belum mendapatkan bintek dari pengelola parkir,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya