SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Densus 88 JIBI/Solopos/Burhan Aris Nugraha

Penangkapan terduga teroris di Panularan Solo kemarin dinilai salah tangkap. Aksi Densus 88 itu juga dituding sadis.

Solopos.com, SOLO — Dua pemuda asal Solo yang ditangkap Datasemen Khusus (Densus) 88, Selasa (29/12/2015) lalu, akhirnya dilepaskan. Dua pemuda itu menilai penangkapan yang dilakukan korps polisi berlambang burung hantu itu ilegal dan semena-mena.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kedua warga Solo itu adalah M. Nur Syawaludin, 32, dan Ayom Penggalih, 33. Masing-masing adalah warga RT 002/ RW 014, Kampung Dawung Wetan, Kelurahan Panularan, Serengan, dan warga RT 001/ RW 008 Kelurahan Penumping, Laweyan, Solo. Mereka ditangkap Densus 88 sekitar pukul 11.30 WIB tak jauh dari lokasi kerja mereka di show room motor Jl. Honggowongso, Laweyan.

Kepada wartawan, Syawaludin dan Penggalih mengaku penangkapan yang dilakukan Densus terkesan arogan. Dia yang kala itu tengah bekerja diintai dari belakang dan tak seberapa lama ditangkap dengan cara dipepet kendaraan Innova. “Kami tak tahu apa-apa, tiba-tiba ditangkap. Tangan saya diborgol,” paparnya saat jumpa pers di Masjid Baitussalam Tipes, Serengan, Rabu (30/12/2015).

Mereka menceritakan saat hendak ditangkap, Densus 88 sempat tanya kenapa dia berlari. Setelah ditangkap, mereka juga ditanya keterlibatannya dengan Hamzah. “Kami mengaku tak kenal Hamzah. Kami akhirnya dititipkan di Polsek Laweyan,” papar Syawaludin.

Syawaludin dan Penggalih mengaku berlari lantaran curiga dengan gerak-gerik sejumlah anggota Densus 88 yang membuntutinya. Di saat yang sama, mereka juga akan menunaikan salat Zuhur. “Wajar kami berlari karena curiga dengan gerak-gerik mereka yang mengawasi kami sejak lama,” paparnya.

Senada dengan Syawaludin, Penggalih juga ditanyai keterlibatannya dengan Hamzah. Namun, lantaran memang tak kenal orang yang dimaksud, Penggalih hanya menggeleng. “Tapi, kami diborgol. Kami minta petugas Polsek agar melepas borgol tak diizinkan,” paparnya.

Selama penangkapan, Syawaludin dan Penggalih mengaku tak sempat dianiaya. Namun, mereka menyayangkan prosedur penangkapan yang menurut mereka arogan dan ilegal.

Ketua The Islamic Study and Action Centre (ISAC) Muhammad Kurniawan yang mendampingi kedua warga itu menilai penangkapan Densus 88 ilegal. Bahkan, Kurniawan menyebut penangkapan itu tak berbeda dengan penculikan. Hal itu terlihat dari mekanisem penangkapan yang tak disertai surat penangkapan resmi. Polisi bahkan tak meminta maaf setelah terbukti salah tangkap. “Korban ini menderita kerugian material dan non material karena penangkapannya sadis,” terangnya.

Kurniawan mengaku segera melayangkan surat protes kepada Kapolri dan Komisi III DPR. Ia meminta agar Kapolri dan Komisi III membina Densus agar meningkatkan profesionalisme kerjanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya