SOLOPOS.COM - Ilustrasi orang dengan HIV/AIDS. (Freepik).

Solopos.com, WONOGIRI — Penanggulangan human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS) di Wonogiri masih terhalang stigmatisasi. Selain dari masyarakat umum, stigmatisasi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga berasal dari dirinya sendiri dan kalangan orang tua.

Ketua Kelompok Dukung Sebaya Gajah Mungkur, Ahmad Sulistyo, mengatakan masih banyak ODHA di Wonogiri yang menstigmatisasi dirinya sendiri. Mereka beranggapan bahwa ODHA akan mendapatkan cemoohan dari masyarakat dan tidak diterima oleh lingkungan. Akibatnya mereka tidak terbuka dengan kondisinya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketidakterbukaan itu sebenarnya merugikan ODHA sendiri. Hal itu akan berdampak negatif pada kesehatan fisik maupun psikis ODHA.

Mereka yang tidak terbuka dengan kondisinya biasanya enggan menjalani pengobatan antiretroviral (ARV) untuk mengendalikan HIV. Sebab obat itu harus diminum setiap hari.

Selain itu, mereka perlu kontrol dan mengambil obat ARV setiap bulan di layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP) HIV di puskesmas atau rumah sakit (RS). Dengan mereka tidak mengonsumsi obat ARV, virus HIV dalam tubuh tidak dapat dikendalikan sehingga daya tahan tubuh melemah.

Baca Juga: 8 Ibu Hamil di Wonogiri Idap HIV, 5 di Antaranya Belum Punya Pasangan Resmi

“Dia enggan menjalani pengobatan ARV karena takut ketahuan orang lain bahwa mereka ODHA atau bahkan takut diketahui keluarganya sendiri. Dia takut kalau ke puskesmas nanti orang lain jadi tahu kalau dia ODHA. Dia berpikir, kalau orang tahu bahwa dia ODHA nanti dikucilkan, diejek, atau di-rasani. Justru dia sendiri yang menstigmatisasi diri. Padahal belum tentu begitu,” kata Ahmad, kepada Solopos.com, Jumat (2/12/2022).

Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri mencatat sejak 2001 hingga triwulan III 2022 jumlah kasus kumulatif HIV di Wonogiri sebanyak 714 orang. Dari jumlah kumulatif itu, 416 ODHA pernah menjalani pengobatan ARV. Sementara, dari 450 ODHA yang masih hidup hingga sekarang, tidak lebih dari 50% atau hanya 214 ODHA yang menjalani pengobatan ARV.

ODHA yang tidak terbuka dengan statusnya juga lebih menarik diri dari lingkungan dibandingkan ODHA yang terbuka dengan statusnya. Mereka lebih memilih mengurung diri lantaran takut terdiskriminasi oleh masyarakat.

Dampaknya, kesehatan psikis mereka menjadi buruk. Ahmad menilai ketakutan-ketakutan semacam itu sebenarnya tidak perlu ada.

Baca Juga: Catat Lur! Ini Agenda Donor Darah di PMI Wonogiri Sepanjang November 2022

Ahmad tidak memungkiri jika masih ada stigmatisasi negatif dari masyarakat terhadap ODHA. Tetapi hal itu biasanya tidak bertahan lama setelah ODHA terbuka dengan statusnya.

“Ya pasti ada orang-orang seperti itu [stigmatisasi], tapi paling satu-dua. Masyarakat biasanya memang agak tidak menerima, tapi itu tidak bertahan lama. Paling lama dua pekan, setelah itu biasa lagi. Ya wajar saja karena mereka belum tahu apa itu HIV,” ujar Ahmad yang sudah menjadi ODHA selama 14 tahun itu.

Ketidaktahuan masyarakat itu juga tidak lepas dari perhatian pemerintah terhadap penanggulangan HIV yang masih sangat kurang. Masyarakat masih jauh dari kata paham soal penyakit menular HIV ini.

Yang mereka tahu HIV adalah penyakit berbahaya yang dapar menular dengan mudah. Selain itu, banyak di antara mereka masih menganggap ODHA sudah pasti tidak berbuat baik atau menyimpang dari moral.

Baca Juga: Awas! Kondom Bisa Bocor, Ini Kemungkinan Penyebabnya

“Padahal penularan HIV itu tidak semudah yang dibayangkan. HIV tidak menular hanya dengan salaman, pelukan, makan-minum bareng, bahkan mandi bareng pun enggak menular,” katanya.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Wonogiri, Suprio Heryanto, membenarkan jika masih banyak ODHA yang masih belum terbuka dengan lingkungannya. Mereka masih menstigmatisasi negatif dirinya sendiri.

Padahal, menurut dia saat ini stigmatisasi masyarakat Wonogiri terhadap ODHA sudah sangat berkurang.

“Tahun ini tidak ada laporan jika ada diskriminasi terdapat ODHA. Kalau tahun-tahun kemarin memang ada. Saya rasa untuk stigmatisasi itu sudah tidak seperti dahulu. Masyarakat sudah mulai paham,” kata Suprio.

Baca Juga: 5 Prinsip Cegah Penularan HIV/AIDS di Wonogiri

Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Wonogiri, Satyawati Prawirohardjo, menyampaikan selain stigmatisasi, rendahnya ODHA yang menjalani pengobatan ARV juga bisa disebabkan karena kejenuhan. Sebab mereka harus mengonsumi obat tersebut setiap hari seumur hidupnya.

“Bisa pula mereka enggan mengonsumsi karena tidak mau merasakan efek sampingnya, seperti mual, demam, atau insomnia,” kata Satyawati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya