SOLOPOS.COM - Ilustrasi antikorupsi (JIBI/Solopos/Antara/Dok.)

Sejak 2002, sudah lebih dari 500 orang yang ditangkap karena terlibat korupsi.

 

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

 

Ekspedisi Mudik 2024

Harianjogja.com, JOGJA-Solusi penanganan korupsi yang terbaik bukanlah memenjarakan pelaku sebanyak-banyaknya, melainkan kepada pencegahan.

Hal ini dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang pada seminar nasional ‘Peran Kampus dalam Pemberantasan Korupsi’ di Universitas Janabadra, Jumat (15/4). Ia mengungkapkan, sejak 2002, sudah lebih dari 500 orang yang ditangkap karena terlibat korupsi. The United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, telah memberikan suatu standardisasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi yang mencakup 5 (lima) aspek utama, yaitu pencegahan, kriminalisasi dan penegakan hukum, kerjasama internasional, pemulangan asset (asset recovery), serta bantuan teknis dan pertukaran informasi.

“UU Tipikor No.31/1999 Tentang Pemberantasan harus direvisi karena meningkatnya kompleksitas tindak pidana korupsi itu sendiri. Apakah menjual atau menggunakan pengaruh misalnya, termasuk ke dalam kategori korupsi,” tuturnya, dalam rilis yang diterima Harian Jogja.

Lembaga pendidikan sebagai simbol perlawanan terhadap korupsi, harus mulai membangun integritas dari hal-hal kecil dan dari diri sendiri. Ketika materi menjadi ukuran maka orang akan mudah tergoda. Integritas harus menjadi satu kesatuan dalam diri seseorang dan jangan pernah berubah. Mahasiswa harus betul-betul paham dan waspada, di saat batas-batas persaingan semakin menipis, karakter yang berintegritas menjadi pertimbangan dalam menentukan daya saing. Milikilah integritas yang tidak lekang oleh ruang dan waktu untuk menutup celah-celah yang dapat menjadi pintu masuknya korupsi.

Negara memang belum mampu tetapi minimal rencana 2000 orang harus bisa terpenuhi. Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia adalah 36 poin, peringkat ke 88 dari 168 negara. Masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand 38 poin, Malaysia 50 poin, dan Singapura 85 poin. Hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi menurutnya, belum memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Pencegahan dan Pemberantasan harus saling berkesinambungan.

Korupsi merupakan tindak pidana extraordinary crime karena dampaknya sangat luar biasa. Menghancurkan tata sosial kemasyarakatan dan sistem bernegara, hukum, ekonomi, dan demokrasi. Dapat meruntuhkan negara karena penggerogotan dan degradasi moral. Maka penanganannya pun harus tidak dengan cara-cara yang biasa. Tidak bisa digunakan cara biasa konvensional utk memberantas korupsi.

“Sistem integritas nasional bagaikan sebuah rumah. Yang menjadi tiang penyangganya adalah kepolisian, kejaksaan, kpk, dan lembaga penegak hukum lainnya, adapun yang menjadi pondasi adalah value atau nilai-nilai yang diyakini yaitu Pancasila,” ujarnya.

Sedangkan Rektor UJB Suharjanto menyampaikan seminar ini bertujuan untuk membangun sebuah paradigma kesepahaman bahwa korupsi adalah musuh bersama. Sekaligus sebagai pencerahan kepada mahasiswa tentang bahaya laten korupsi.

“Sebagian koruptor tentunya pernah mengenyam pendidikan tinggi di bangku kuliah, maka sudah menjadi tanggung jawab kampus untuk secara fundamental membentuk karakter manusia calon pemimpin Indonesia,” imbuh dia.
#caption: JOGJA-Suasana seminar nasional ‘Peran Kampus dalam Pemberantasan Korupsi’ di Gedung Multi Purpose Kampus Kebangsaan Universitas Janabadra (UJB), Jumat (15/4).(ist)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya