SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkapkan adanya maladministrasi dari jajaran penyidik dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara, dan Polsek Kelapa Gading, dalam menyelesaikan kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan.

Komisioner ORI, Adrianus Meliala, menyatakan hal tersebut dalam acara pemaparan temuan maladministrasi dan penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) pada pihak kepolisian di Aula Gedung Ombudsman RI, Kamis (6/12/2018).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kami melakukan serangkaian pemeriksaan, wawancara, pemeriksaan TKP [Tempat Kejadian Perkara], dan pemeriksaan dokumen, dan dari situ kami menemukan beberapa fakta,” ujar Adrianus.

Walaupun ditemukan maladministrasi, tetapi Adrianus menggarisbawahi bahwa kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan penyidik sebenarnya tidak berdampak besar atau hanya kesalahan minor.

“Secara manusiawi walaupun tentu saja polisi dituntut profesional, pasti ada salahnya, pasti ada kurangnya. Itulah konteks maladministrasi ini,” jelas Adrianus.

1. Aspek Administrasi Penyidikan

ORI menemukan adanya empat kesalahan dalam aspek administrasi penyidikan.

Pertama, ketidakcermatan penyidik atau atasan penyidik yang tidak memuat “dasar penugasan” dalam Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, Surat Perintah Penyidikan, dan Berita Acara Pemeriksaan TKP yang dikeluarkan Polsek Kelapa Gading.

Kedua, adanya surat panggilan yang dikeluarkan oleh penyidik tidak disertai dengan tanda tangan penerima.

Ketiga, adanya kelalaian penyidik pada langkah awal penyelidikan. Sebab ketika menerima laporan tentang penyiraman Novel, penyidik seharusnya mengamankan TKP terlebih dahulu, bukannya mendatangi RS Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk mengecek kebenaran laporan.

Terakhir, penyidik belum mendapatkan izin dari ketua Pengadilan Negeri setempat ketika mengamankan barang di TKP.

2. Aspek Penundaan Berlarut Penanganan Perkara

ORI menyebutkan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya sebagai supervisor membuat kelalaian dengan tidak memberikan batasan jangka waktu penugasan. Ketiadaan batas waktu ini terjadi dalam surat yang dikeluarkan oleh Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara, maupun Polda Metro Jaya sendiri.

“Dalam Pasal 6 Perkap no 16 tahun 2012, surat perintah tugas sekurang-kurangnya membuat lama waktu penugasan,” jelas Adrianus.

3. Aspek Efektivitas Penggunaan SDM

Adrianus menyatakan dalam penanganan perkara ini, jumlah penyidik sebanyak 172 orang dinilai terlalu banyak sehingga terkesan tidak efektif dan efisien. Karena itu, ORI berpendapat bahwa Ditreskrimum Polda Metro Jaya melakukan pelanggaran manajemen penyidikan tentang pengendalian jumlah personel.

“Soal pengerahan jumlah personel, kami meminta kepada Polri untuk mengoreksi. Karena apa kalau banyak itu pasti bagus? Kan tidak. Jangan-jangan walaupun banyak, yang kerja hanya satu-dua orang saja,” ujar Adrianus.

4. Aspek Pengabaian Petunjuk Rangkaian Kejadian yang dialami Korban

Terakhir, pihak kepolisian dianggap mengabaikan rangkaian kejadian sebelum penyiraman terhadap Novel. Misalnya pada 2016, ketika sedang berkendara menuju kantor KPK, Novel pernah ditendang dengan kecepatan tinggi oleh pengendara motor lain. Selain itu Novel juga pernah ditabrak mobil sebanyak dua kali hingga terjatuh dari sepeda motor.

Terakhir, Komjen Pol M Iriawan yang ketika itu menjabat Kapolda Metro Jaya pun pernah menyatakan ada indikasi upaya percobaan penyerangan terhadap Novel Baswedan.

ORI berpendapat rangkaian kejadian ini seharusnya bisa menjadi petunjuk untuk menyelesaikan kasus tindak pidana kekerasan yang menimpa Novel Baswedan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya