SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

DIY merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang sudah memulai membentuk klaster penanggulangan bencana.

Harianjogja.com, JOGJA – Pemda DIY membentuk klaster logistik untuk mempersiapkan penanganan secara komprehensif kemungkinan adanya bencana besar. Memasuki cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mulai membentuk posko siaga bencana.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pembentukan klaster logistik berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DIY No. 17/KEP/2016 dengan ditetapkan pada 8 September 2016. Dengan demikian, DIY baru memiliki satu klaster penanggulangan bencana. Dalam Keputusan Kepala BNPB No. 173/2015 tentang klaster nasional penanggulangan bencana, setidaknya harus ada delapan klaster. Selain logistik, tujuh lainnya adalah klaster kesehatan, pencarian dan penyelamatan, pengungsian dan perlindungan, pendidikan, sarana prasarana, ekonomi dan pemulihan dini.

Manajer Pusdalops BPBD DIY Danang Samsurizal mengatakan, dengan terbentuknya klaster logistik, maka DIY merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang sudah memulai membentuk klaster penanggulangan bencana. Sesuai dengan ketentuan pusat, lanjutnya, penanganan bencana harus ada delapan klaster. Oleh karena itu secara resmi, DIY masih membutuhkan tujuh klaster lagi.

Klaster logistik sengaja ditetapkan lebih dahulu karena sebagian besar ada keaktifan para anggota. Dalam waktu dekat ini, pihaknya membentuk dua klaster lagi yang tinggal menunggu penetapan dari Gubernur DIY. “Untuk [klaster] kesehatan dan SAR [pencarian dan penyelamatan] nanti akan mengikuti untuk ditetapkan [gubernur],” terangnya di Kantor Pusdalops BPBD DIY, Jalan Kenari, Semaki, Umbulharjo, Kota Jogja Kamis (29/9/2016).

Penanggungjawab klaster logistik adalah Dinas Sosial DIY dan Kepala BPBD DIY. Sedangkan anggotanya berasal dari berbagai instansi samping maupun instansi vertikal hingga institusi di TNI dan Polri yang ada di daerah. Sesuai dengan SK Gubernur DIY, biaya sebagai akibat dari ditetapkannya klaster logistik akan dibebankan pada APBD dan sumber dana lainnya yang sah.

Menurut Danang, dengan adanya klaster logistik maka proses penyaluran bantuan akan lebih mudah karena terkoordinasikan di satu titik sentral. Dengan adanya klaster ini, penerimaan dan penyaluran bantuan bisa dilakukan secara merata. Sehingga fakta seperti bencana erupsi Merapi 2010, banyaknya bantuan makanan di beberapa titik saja bisa diminimalisasi.

“Intinya ada koordinasi antar instansi dalam menyalurkan dan menerima logistik,” ujarnya.

Melalui klaster ini, lanjutnya, jika terjadi bencana, maka perencanaan urusan logistik, akuntabilitas dan sistemnya dapat berjalan dengan baik. Mengingat tanpa adanya klaster logistik, seringkali minim efisiensi dan koordinasi lantaran ditangani banyak pihak dan tidak tersentral.

Ia menjelaskan, secara umum penanganan bencana ada empat level. Pada level pertama, suatu kejadian bencana cukup bisa ditangani Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD. Kemudian level kedua, ketika tidak cukup piket BPBD, maka dibantu petugas BPBD lainnya dengan jumlah sekitar 150 personel untuk merespon. Level ketiga, merupakan suatu kejadian bencana yang membuat semua SKPD dan instansi samping ikut harus bergerak menangani. Sedangkan level keempat, merupakan suatu kondisi bencana yang melibatkan pemerintah pusat turun tangan melakukan penanganan. “Dua bulan sekali ada rapat bersama klaster logistik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya