SOLOPOS.COM - Kegiatan penambangan pasir di lereng Merapi wilayah Dusun Jambong Desa Kepuhharjo Kecamatan Cangkringan Sleman. (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Harianjogja.com, SLEMAN- Penambangan pasir manual di lereng Gunung Merapi sudah menjadi budaya warga di lereng gunung aktif tersebut, sehingga sulit dihentikan.

Kepala Desa Kepuhharjo Kecamatan Cangkringan Sleman, Heri Suprapto mengungkapkan menambang pasir di Sungai Gendol sudah menjadi budaya warga sekitar Gendol yang turun temurun sejak nenek moyang.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

“Dulu saya juga ikut menambang manual, itu sudah jadi budaya. Kami susah jika melarang. Kalau ada gangguan lahar, langsung biasanya ada yang memberitahu untuk segera naik,” ungkapnya, baru-baru ini.

Heri menjelaskan pasca terjadinya insiden dua korban tewas di lokasi penambangan akibat banjir lahar hujan, maka akan kegiatan penambangan terus dipantau.

Pihaknya bersama Babinsa dan Babinkamtibmas melakukan pengintaian di sejumlah titik lokasi yang dicurigai menjadi tempat beroperasinya alat berat di dalam Sungai Gendol. Jika masih ada alat berat yang beroperasi, kata dia, maka akan diperingatkan untuk berhenti.

Heri mengakui jika masih ada sejumlah alat berat yang berkeliaran di bibir Sungai Gendol. Mereka beroperasi di lahan milik warga. Hanya saja, ia mengkhawatirkan operator alat berat mengambil lengahnya aparat kemudian beroperasi di dalam Gendol.

“Kalau yang ada korban itu memang baru dua hari beroperasi. Kebetulan atasnya ada lahan warga,” kata dia.

Terkait masih banyaknya truk yang beroperasi di Sungai Gendol, Heri tidak bisa berbuat banyak. Karena truk tersebut mengambil pasir hasil tambang manual yang dilakukan warga sekitar lereng Merapi.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Gatot Saptadi menyatakan dari segi kebencanaan, sebaiknya tidak perlu ada payung hukum normalisasi sungai.

Pemkab diminta tegas terutama kaitannya dengan sejumlah alat berat yang nekat masuk ke Gendol, karena sudah menimbulkan korban jiwa.

Menurutnya, saat ini jumlah material Merapi diperkirakan masih mencapai 40 juta meter kubik yang masih berada di atas. Jutaan meter kubik material itu, kata dia, masih susah dilarutkan air meski dengan curah hujan tertinggi sekitar 60 mm/jam.

“Karena sudah terlalu pekat sedimennya. Itu yang bisa melarutkan hanya hujan. Tapi dengan hujan deras sekalipun masih agak susah,” ujarnya saat ditemui di Mapolda DIY, pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya