SOLOPOS.COM - Ilustrasi tambang pasir (www.batubara-indonesia.com)

Penambangan liar di Boyolali, tepatnya di Karangkendal, Musuk, berbuntut teror.

Solopos.com, BOYOLALI — Warga Desa Karangkendal, Kecamatan Musuk, Boyolali, mengaku diteror setelah maraknya aksi tuntutan penutupan penambangan liar di Dusun Jurang Dakon, Karangkendal. Teror itu berbentuk perusakan terhadap tanaman mereka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Warga Dusun Karangkendal, RT 022/RW 003, Desa Karangkendal, Sutikno, 56, mengaku seluruh tanamannya dirusak orang tidak dikenal setelah dirinya tegas menolak menyerahkan tanah ara-ara yang dia kelola untuk penambangan liar.

Ekspedisi Mudik 2024

“Sabtu pagi tanah saya ditawar untuk ditambang, saya tidak mau. Sabtu [10/10] malam kemarin tanaman saya dibabat habis. Ada tanaman sengon, pisang, pepaya, dan ketela, semuanya habis,” kata Sutikno, kepada Espos, Jumat (16/10/2015). Atas kejadian itu diapun melapor ke Polsek Musuk. “Saya merasa diteror, oleh karena itu pada Rabu [14/10/2015] kemarin saya lapor ke kepolisian,” imbuh dia.

Sutikno adalah salah satu warga yang menolak keras adanya penambangan liar di Karangkendal. Dia bahkan sempat ditemui seorang pengusaha tambang bersama kepala desa setempat untuk memastikan tidak ada lagi tuntutan macam-macam jika penambangan dihentikan.

“Mungkin saya bisa untuk tidak menuntut macam-macam karena tanah saya belum ditambang. Tetapi warga lain saya tidak bisa menjamin. Tahu-tahu malam harinya tanaman saya dibabati habis,” imbuh Sutikno.

Seperti diketahui sebelumnya, warga Desa Karangkendal, membeberkan beberapa kerugian akibat penambangan liar di Dusun Jurang Dakon. Penambangan tersebut mengepras sejumlah tanah ara-ara dan tanah milik warga tanpa ada kompensasi yang layak. Seorang warga Dusun Karangkendal, Desa Karangkendal, Suwandi, 42, mengatakan dia sudah bertahun-tahun mengelola tanah ara-ara seluas 2.000 meter persegi.

“Itu tanah ara-ara sejak zaman nenek moyang, sudah turun-temurun. Sebelumnya saya bisa memanfaatkan tanah itu untuk menanam jagung, lombok, ketela, dan sengon. Tiga tahun yang lalu tiba-tiba dikepras katanya untuk jalan,” kata Suwandi.

Setelah tanahnya dikepras dengan alat berat, Suwandi hanya menerima kompensasi Rp3 juta. Nilai kompensasi ini jauh dari kontrak yang disepakati Pemerintah Desa (Pemdes) Karangkendal dengan kontraktor. Saat itu, Suwandi menerima informasi dari Kades Karangkendal, Slamet Sumarno, bahwa tanah ara-ara milik Suwandi dikontrak dua tahun dengan nilai Rp24 juta. “Yang Rp4 juta untuk ganti rugi tanaman. Tetapi sampai saat ini saya baru terima Rp3 juta.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya