SOLOPOS.COM - Aktivitas penambangan galian C ilegal di Dukuh Kajor, Desa Klakah, Selo. (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Penambangan galian C Boyolali, beragam cara dilakukan penambang pasir agar aktivitas penambangan tidak terendus petugas.

Solopos.com, BOYOLALI–Jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB) saat ini sangat identik dengan istilah “jalur pasir”. Setiap harinya ada ratusan bahkan hingga seribuan truk bermuatan pasir melintasi jalur tersebut. Mereka membawa keluar pasir dari Kali Apu dan lereng-lereng di Gunung Merapi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sayangnya, penambangan pasir di lereng Merapi semuanya ilegal. Pemprov Jateng belum pernah menerbitkan izin penambangan di lereng Merapi khususnya Kali Apu.

Sulit sekali untuk menertibkan penambangan liar di kawasan itu. Upaya pengawasan tak pernah membuahkan hasil. Penambang liar kerap kucing-kucingan dengan petugas.

“Kalau dulu, modusnya adalah beroperasi pada malam hari. Siang kami tertibkan, pada malam harinya alat berat kembali didatangkan menggali pasir,” kata Penyidik Satpol PP Boyolali, Tri Joko, saat berbincang dengan Solopos.com, di sela-sela sidak dengan Komisi III ke sejumlah lokasi tambang di Selo, Selasa (26/1/2016).

Tahun lalu, Komisi III dan Satpol PP beberapa kali sidak ke Kali Apu. Kedatangan petugas dengan cepat diketahui para pengelola tambang. Dengan cepat pula mereka bubar sebelum petugas tiba di lokasi. Kini, ada modus baru untuk mengelabui petugas. Kedatangan dua kendaraan pelat merah Selasa sore, rupanya sudah diendus para penambang.

Saat mobil milik Komisi III dan Satpol PP masuk ke jalur Klakah-Tlogolele, satu-satunya akses ke Kali Apu, sebuah truk di depannya diklaim mogok sehingga menutup akses jalan itu. Mobil petugas pun harus menghindari jalan tersebut. Selang 30 menit, puluhan truk terlihat keluar dari jalur itu yang menandakan truk mogok sudah dievakuasi dan jalan bisa kembali dilalui. Begitu mobil pelat merah berupaya masuk kembali ke jalur tersebut, ada satu truk lagi yang mogok. “As kendaraan patah, ndak bisa lewat,” kata seorang sopir truk pasir.

Petugas akhirnya putar balik kendaraan menuju Dukuh Kajor, Desa Jrakah. Petugas menduga di Kali Apu banyak alat berat yang beroperasi karena di sepanjang jalur dari Kali Apu hingga Jembatan Kali Juweh, setidaknya sudah ada 200 hingga 300 truk sudah antre masuk ke Kali Apu.

Hal serupa dialami saat masuk Dukuh Kajor. Akses masuk ke lokasi tambang sempat tertutup. Sebuah truk berhenti menghalangi jalan tanpa alasan jelas. Warga di sekitarnya sempat menyebut truk tersebut mogok. Saat petugas mendekati truk, para sopir malah bersembunyi.

Anggota Komisi III, Eka Wardaya, marah dengan penutupan akses jalan itu. “Ini jalan umum hlo. Siapa suruh berhenti lama-lama di tengah jalan begini. Mana sopirnya?” kata dia. Warga sekitar hanya berdiam dan mengaku tidak tahu siapa sopir truk itu. Begitu diancam roda truk akan digembos, sopir truk pun keluar dari salah satu rumah dan akhirnya menjalankan truknya. Sopir truk yang lain masih sembunyi. Begitu dicari akhirnya mereka pun keluar dan melanjutkan perjalanan mengangkut truk pasir.

Begitu Komisi III dan satpol PP berhasil masuk ke kawasan tambang mereka kaget mendapati tiga alat berat menambang tanpa izin sementara 60-an truk sudah antre di lokasi tersebut. Ratusan sopir truk hanya diam.

“Ini modus baru menghalangi petugas masuk ke lokasi tambang. Sangat terstruktur dan komunikasi para penambang sudah sangat rapat.”

Seorang warga Kajor, Bayu, mengaku warga dan para penambang selalu ketakutan jika ada razia petugas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya