SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, KLATEN</strong> — Penambang tradisional Klaten bersikeras menolak rencana normalisasi di alur <a title="Pertambangan Klaten: Penambang Tradisional Tolak Normalisasi Kali Woro, Ini Alasannya" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180408/493/908983/pertambangan-klaten-penambang-tradisional-tolak-normalisasi-kali-woro-ini-alasannya">Kali Woro </a>&nbsp;wilayah Desa Sidorejo dan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. Guna menegaskan sikap mereka terkait proyek infrastruktur itu, para penambang menggelar aksi di alur kali wilayah Dukuh Bono, Desa Sidorejo, Jumat (20/4/2018).</p><p>Mereka membentangkan empat spanduk dengan panjang masing-masing sekitar 25 meter. Spanduk-spanduk itu bertuliskan penolakan normalisasi infrastruktur pertanian itu beserta tanda tangan penambang tradisional. Sekitar 1.000 orang bertanda tangan pada spanduk-spanduk itu.</p><p>Salah satu penambang tradisional <a title="Antisipasi Lahar Merapi, 26 Sabo Dam Kali Woro Klaten Selesai November 2018" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180409/493/909046/antisipasi-lahar-merapi-26-sabo-dam-kali-woro-klaten-selesai-november-2018">Kali Woro</a>, Sugino, 45, mengatakan aktivitas pertambangan sudah dilakukan warga di wilayah Desa Sidorejo sejak 1998. &ldquo;Sebelum dibuka kegiatan pertambangan di wilayah ini sering terjadi kerusuhan dan pencurian. Punya ayam satu saja setiap saat harus ditengok karena khawatir hilang. Setelah dibuka pertambangan, otomatis [pencurian] itu hilang. Biaya anak kami sekolah juga dari sini. Sebelum ada tambang rata-rata warga buta huruf,&rdquo; kata warga Dukuh Pancasan, Desa Sidorejo, saat ditemui wartawan di sela-sela aksi.</p><p>Menambang menjadi satu-satunya andalan mencukupi kebutuhan hidup. Dalam sehari, Sugino mendapat penghasilan Rp60.000-Rp70.000. Hasil perkebunan tak bisa diandalkan dengan alasan kondisi lahan gersang.</p><p>Sugino menuturkan normalisasi menggunakan alat berat berpotensi mengeruk seluruh material berupa pasir dan batu. Para penambang tradisional <a title="BBWSSO Pastikan Tak Ada Normalisasi Kali Woro Klaten, Hanya Pemeliharaan" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180419/493/911520/bbwsso-pastikan-tak-ada-normalisasi-kali-woro-klaten-hanya-pemeliharaan">Kali Woro</a> khawatir tak bisa lagi menambang lantaran material sudah dikeruk dan dikeluarkan dari alur kali.</p><p>&ldquo;Anak saya ada dua, satu kuliah dan satu masih kelas V SD. Kalau tidak bisa lagi menambang, bagaimana masa depan anak-anak saya?&rdquo; katanya.</p><p>Penambang tradisional lainnya, Widodo, 40, menjelaskan di alur Kali Woro wilayah Dukuh Bono ada 680 penambang tradisional. Mereka tak hanya dari wilayah Sidorejo melainkan dari desa atau kecamatan lainnya hingga luar kabupaten seperti Boyolali.</p><p>&ldquo;Jangankan dikeruk menggunakan ekskavator kemudian material dibawa pergi, dikeruk terus tidak dibawa pergi saja kami tidak terima, tidak boleh. Sedikit banyak hasil yang diperoleh dari sini utamanya untuk kepentingan mencerdaskan anak-anak kami. Makanya, kami orang tua tetap bertahan di sini,&rdquo; katanya.</p><p>Para penambang belum mendapat kabar soal sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi rencana normalisasi dua pekan lalu. Ia mengatakan selain tanda tangan pada spanduk, para penambang juga membubuhkan tanda tangan yang dijadikan dalam satu buku.</p><p>Rencananya, buku berisi penegasan penolakan warga itu diserahkan ke perusahaan atau instansi terkait rencana normalisasi. &ldquo;Saat sosialisasi itu kami meminta ada bukti hitam di atas putih. Namun, sampai sekarang bukti itu tidak ada,&rdquo; katanya.</p><p>Rencana normalisasi Kali Woro sebelumnya disosialisasikan di Kantor Desa Sidorejo, Sabtu (7/4/2018). Sosialisasi dilakukan PT Apollu Nusa Konstruksi yang bakal melakukan pemeliharaan Kali Woro setelah mendapat rekomendasi teknis dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).</p><p>Rencana normalisasi dilakukan di alur Kali Woro sepanjang 1,6 km dengan menata material yang masih ada di sepanjang alur kali agar dam yang sudah dibangun berfungsi sebagai penahan lahar hujan dari puncak Gunung Merapi.</p><p>Kepala BBWSSO, Tri Bayu Adji, menjelaskan rencana kegiatan di alur Kali Woro bukan normalisasi melainkan pemeliharaan. Lantaran keterbatasan pendanaan, pemeliharaan dikerjasamakan dengan pihak ketiga menyesuaikan dengan kebutuhan BBWSSO. <br />Proses pemeliharaan dilakukan dengan menyingkirkan material sepanjang alur kali ke tepian. Pengeluaran material sisa pemeliharaan dari alur kali harus ada izin dari pemerintah provinsi dalam hal ini di Kali Woro masuk kewenangan otoritas Jawa Tengah.</p><p>&ldquo;Jadi izin rekomendasi dari balai besar hanya memelihara sungai. Hasil pemeliharaan ditumpuk di kanan dan kiri sungai. Apabila ada pihak lain yang ingin memanfaatkan hasil pemeliharaan harus mengajukan izin ke Semarang. Kalau dia tidak punya izin dan mengambil material itu, artinya sudah melanggar hukum,&rdquo; katanya.</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ekspedisi Mudik 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya