SOLOPOS.COM - ILUSTRASI (Eni Widiastuti/JIBI/SOLOPOS)

Penahanan ijazah terjadi lantaran perjanjian kerja waktu tertentu.

Harianjogja.com, JOGJA — Kasus penahanan ijazah oleh perusahaan terus terulang. Lembaga Ombudsman DIY meminta Gubernur DIY membuat aturan khusus untuk melarang semua perusahaan di DIY menahan ijazah karyawannya dengan alasan apa pun.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Baca Juga : PENAHANAN IJAZAH : Jumlah Kasus di DIY Bertambah, Ini Penyebabnya

Menurut Komisioner Ombudsman DIY Bidang Sosialisasi dan Kerjasama Jaringan, Imam Santoso,  perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menguntungkan perusahaan.

“Perjanjian ini tidak seimbang dan melemahkan pekerja,” kata dia, Selasa (11/4/2017).

Imam mengaku sudah minta penjelasan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) DIY dan Disnaker di kabupaten dan kota.

“Ternyata PKWT ini tidak didaftarkan di Disnaker, padahal setiap perusahaan yang memiliki karyawan diatas 10 orang wajib mendaftarkan perjanjian kerja.” ujar Imam.

Ombudsman berencana memanggil pihak perusahaan pada hari ini, Rabu (12/4). Imam menyatakan penahanan ijazah dengan alasan apapun tidak diperkenankan karena ijazah merupakan salah satu dokumen negara yang tidak bisa dijaminkan. bahkan, kata dia, jika perusahaan menghilangkan ijazah karyawannya bisa dikenakan pidana.

Ia berharap perusahaan tidak lagi membudayakan penahanan ijazah dalam ikatan perjanjian kerja. “Carilah alat lain yang untuk jaminan yang tidak melanggar hak personal pekerja,” ucapnya. Kepada pemerintah, Imam meminta ada aturan yang bisa memproteksi pekerja.

Sementara itu, HN, 27, mantan karyawan yang ijazahnya masih ditahan di perusahaan kecantikan mengaku tidak memiliki dana untuk menebus ijazah. Ia mulai bekerja pada Agustus tahun lalu, kemudian awal Maret tahun ini memutuskan berhenti bekerja.

Alasan HN berhenti karena gaji yang tidak sesuai dengan beban kerja. Namun untuk mengambil ijazah dia diharuskan membayar penalti sebesar gaji bulan terakhir selama 15 bulan sisa kontrak. Gaji terakhir yang diperoleh perawat asal Bantul ini sebesar Rp1,5 juta. Dengan demikian ia harus membayar Rp22,5 juta untuk menebus ijazah.

Bukan hanya ijazah yang ditahan, HN mengaku surat ijin praktek perawat juga ditahan perusahaan. “Ijazah dan surat ijin praktek perwat itu ditahan sebelum saya tandatangan kontrak,” ungkap dia.

HN tidak sendirian. Ia mengaku ada puluhan karyawan lainnya yang sudah keluar namun ijazahnya masih tertahan. “Teman-teman yang saya kenal aja ada 20 karyawan yang k dan ijazahnya masih ditahan,” kata dia. HN menambahkan sebenarnya ada beberapa karyawan yang bersedia membayar penalti, namun rosedurnya cukup rumit dan membutuhk waktu lama. Padahal ijazah akan digunakan untuk melamar pekerjaan di tempat lain.

Kepala Seksi Hubungan Industrial, Dinas Tenaga Kerja DIY, Slamet Raharjo mengatakan mengaku sudah mengetahui adanya penahanan ijazah di perusahaan kecantikan tersebut. Menurutnya, penahanan ijazah tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Kami sedang memediasi proses penyelesaiannya,” ujar Slamet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya