SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Bagaimana jadinya bila para hakim ngambek ketok palu? Ini bukan omong kosong, tapi fakta yang terjadi di Pengadilan Negeri Indramayu, Jabar, 10 April lalu. Enam dari delapan hakim yang seharusnya bersidang enggan memasuki ruangan meja hijau. Mereka malah bertandang ke ruangan Ketua PN Indramayu Robert Siahaan.

Para Yang Mulia itu mengelurkan unek-unek bahwa gaji mereka tidak naik selama 11 tahun. Akhirnya persidangan yang seharusnya digelar mulai pukul 09.00 WIB terpaksa ditunda. Aksi yang dilakukan para hakim PN tersebut dikhawatirkan menjalar ke pengadilan lain.. Sebab para hakim muda yang tergabung dalam Gerakan Hakim Progresif Indonesia mengancam mogok bersidang bila pemerintah tidak merealisasikan kesejahteran hakim sesuai UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Jaminan keamanan dan kesejahteraan kepada hakim memang diatur dalam pasal 48 ayat 1 UU No.48/2009 yang berbunyi: Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraanhakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.

Menurut ayat 5 pasal 2 UU tersebut: Jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.11/ 2008 tentang Peraturan Gaji Hakim peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, gaji pokok hakim berkisar Rp1,976 juta per bulan untuk golongan IIIa hingga Rp4.978 juta per bulan untuk golongan IVe

Gaji hakim untuk golongan IIIa tadi terbilang lebih kecil dibandingkan dengan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) sederajat yang menurut PP No.15/2012 mencapai Rp 2.064.100 per bulan. Adapun untuk hakim golongan IVa gaji yang diperoleh Rp. 2.224.700 per bulan, sedangkan PNS untuk golongan yang sama mencapai Rp2.436.100 per bulan.

Padahal, pasal 19 UU No.48/2009 menyebutkan: Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Kedudukan sebagai pejabat negara ini membawa konsekuensi hakim memperoleh hak-hak dan kewajiban sebagaimana layaknya pejabat negara lainnya.

Perlakuan Khusus
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) Azwar Abubakar memandang sebagai pejabat negara memang seharusnya ada perlakuan khusus yaitu hakim tidak hanya mendapatkan tunjangan kinerja, tetapi juga tunjangan pejabat negara.

“Hakim merupakan pejabat negara dan memiliki hak sebagai pejabat negara,” ujarnya. Namun, dia berterus terang kenyataannya tunjangan dan hak pejabat negara bagi para pengetok palu tak kunjung turun. Tunjangan tersebut berupa tunjangan jabatan dan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun hak sebagai pejabat negara meliputi rumah jabatan milik negara, jaminan kesehatan, dan sarana transportasi milik negara. Selaku pejabat negara, hakim juga mempunyai kedudukan protokoler.

Azwar mengakui selama ini tunjangan yang diberikan kepada para hakim baru sebatas tunjangan kinerja. Sedangkan tunjangan pejabat negara belum pernah diberikan. Bahkan, besaran tunjangan tersebut tidak pernah disiapkan sebelumnya.
Instansi yang memiliki wewenang untuk penaikan gaji hakim, menurut dia, adalah Kementerian Keuangan, DPR, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. “Keempat lembaga tersebut yang seharusnya berkoordinasi untuk peningkatan kesejahteraan hakim.”

Lantas, bagaimana MA sebagai korps tertinggi menyikapi tuntutan kesejahteraan para hakim?

Menurut juru bicara MA Gayus Lumbuun, pada dasarnya lembaga tinggi negara ini mendukung tuntutan perbaikan kesejahteraan hakim. Namun MA menolak bila mereka sampai melakukan aksi mogok karena akan menambah panjang tumpukan perkara.

”Faktanya kehidupan para hakim di daerah, terutama di kawasan terpecil, sangat susah. Selain itu, gaji mereka yang ditetapkan oleh PP tidak naik sejak empat tahun lalu,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis Indonesia, pekan ini. Sejak ditetapkannya PP No. 8/2000 tentang Peraturan gaji hakim peradilan umum, peradilan tata usaha negara dan peradilan agama pada 21 Februari 2010, menurut hakim agung tersebut, gaji pokok PNS sudah naik sebelas kali, “Sekjen MA seharusnya memperhatikan masalah ini.”

Pasalnya, DPR dan pemerintah sekarang sudah menganggarkan Rp405,1 miliar untuk kesejahteraan hakim dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2012. Gayus meminta anggaran tersebut tidak digunakan oleh Sekjen MA untuk pembangunan fisik di kawasan kantor MA.

“DPR sudah sangat responsif terkait APBNP 2012. Ada tambahan Rp405,1 miliar bagi kesejahteraan hakim. Kalau itu dibagi dengan benar, maka sudah akan tenang,” tegas mantan anggota Komisi III DPR itu. Di samping persoalan gaji, politisi PDIP ini juga mengaku heran kenapa proses remunerasi hakim bisa tertunda hingga dua bulan. “Penyebab penundaan remunerasui hakim ini harus dicari tahu.”

Gerakan Hakim Progresif Indonesia yang melakukan aksi protes kejahteraan telah bertemu dengan KY. Mereka juga sudah melakukan audiensi dengan MA dan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi). Para hakim penuntut keadilan tersebut juga telah bertandang ke Kemenpan-RB dan juga DPR.

Bahkan, para hakim muda itu juga sudah menguji materiil ke Mahkamah Konstitusi soal kedudukan pasal 25 ayat (6) UU No. 51/2009 jo, pasal 25 ayat (6) UU 49/2009 tentang Perubahan kedua atas UU No. 2/1986 tentang Peradilan umum jo, dan pasal 24 ayat (6) UU 50/2009 tentang Perubahan kedua atas UU No 7/1989 tentang Peradilan agama. Semua proses tersebut mereka lakukan agar Yang Mulia tidak lagi tersingkir kesejahteraannya.

Jurubicara PN Jakpus Sudjatmiko melihat tuntutan perbaikan kesejahteraan yang dilakukan para hakim muda, yang umumnya berasal dari daerah, cukup beralasan. Karena dalam beberapa tahun terakhir belum ada kenaikan gaji yang mereka terima.. “Semoga pemerintah dapat merealisasikan tuntutan mereka.”

Tindak Tegas
Sekjen Ikahi, Suhadi juga menyampaikan pernyataan senada. Bahkan, menurut dia, dengan adanya perbaikan kesejahteraan diharapkan kinerja mereka dapat meningkat. “Kalau masih menyimpang mereka harus ditindak tegas.” Komisi Yudisial bahkan mengklaim telah memperjuangkan peningkatan gaji korps jubah hitam langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awal 2011.

Lebih dari itu, Ketua KY Eman Suparman mengatakan setiap kali bertemu dengan pemangku kebijakan atau pertemuan dengan pimpinan lembaga negara lain, pihaknya tak pernah ragu menyampaikan isu mengenai kesejahteraan hakim. “Ketika pimpinan dan para anggota KY periode kedua bertemu secara resmi dengan Presiden, kita sudah memberitahu soal kesejahteraan hakim yang masih minim,” tuturnya.

Demikian pula saat pertemuan rutin dengan pimpinan lembaga negara setiap 3 bulan sekali. KY, menurut dia, selalu mengutarakan pentingnya memerhatikan kesejahteraan hakim sebagai salah satu ujung tombak penegakan hukum. Selaku lembaga negara yang diperintah oleh UU mengawasi kinerja hakim, Eman kurang sepakat dengan anggapan bahwa KY hanya sekedar mencari-cari kesalahan hakim. “Kami juga aktif memperjuangkan kesejahteraan hakim.”

Persoalannya, penyusunan politik anggaran mengangkut pendapatan dan belanja negara ditentukan oleh pemerintah bersama DPR, sehingga peran KY seolah tidak kelihatan dalam memperjuangkan nasib hakim. Apakah tuntutan para pengetok palu serta merta akan dipenuhi? Tunggu dulu! Untuk masalah ini para politisi Senayan masih berbeda pendapat. Apalagi, APBN-P 2012 sudah diketok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya