SOLOPOS.COM - Joglo Sriwedari di Taman Sriwedari Solo. (Dok/JIBI/Solopos)

Pemkot Solo menjanjikan untuk membangun pengganti joglo Sriwedari yang dirobohkan.

Solopos.com, SOLO — Para pegiat seni dan penikmat seni yang memanfaatkan Joglo Sriwedari di Kompleks Taman Sriwedari diimbau tak terlalu risau dengan rencana perobohan bangunan joglo itu. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo sudah menyiapkan fasilitas pengganti yang jauh lebih representatif.

Promosi Acara Gathering Perkuat Kolaborasi Bank Sampah Binaan Pegadaian di Kota Padang

Kabid Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Kebudayaan Kota Solo Mufti Raharjo mengatakan Joglo Sriwedari bukan benda cagar budaya (BCB). Bangunan itu baru dibangun tahun 1990-an.

“Dulu tempat itu untuk menaruh bangkai pesawat terbang. Pesawatnya sudah dipindah ke Taman Satwa Taru Jurug [TSTJ] kemudian diganti joglo,” kata dia saat ditemui Solopos.com di Karangasem, Laweyan, Selasa (20/2/2018).

Ia mengatakan Pemkot sudah menyiapkan Joyokusuman Culture Center di Dalem Joyokusuman sebagai penggantinya. Rumah hibah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu akan menjadi pusat kebudayaan yang representatif di Solo.

Baca:

“Tidak perlu khawatir dengan perobohan itu. Detail engineering design [DED]  Joyokusuman Culture Center sudah jadi. Tinggal dikerjakan. Tapi masih diperlukan penyempurnaan revitalisasi kawasan. Kapan-kapan saya ajak ke sana untuk melihat progresnya,” paparnya kepada wartawan.

Sebelumnya, para pemerhati budaya menyesalkan rencana perobohan Joglo Sriwedari di Taman Sriwedari. Hilangnya area publik tersebut bakal semakin mengikis ruang interaksi masyarakat yang selama ini bisa mempersatukan berbagai elemen masyarakat melalui seni budaya.

Sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, menilai meski Pemkot menyiapkan Dalem Joyokusuman sebagai pengganti Joglo Sriwedari, tetapi dalam konteks aksesibilitas, joglo jauh lebih baik. Orang dari berbagai penjuru mudah menjangkau tempat itu.

“Letaknya [joglo] di tengah kota yang telah menyatu dengan Kompleks Sriwedari. Ruang publik ini jangan dibaca secara parsial, joglo telah menyatu dengan Taman Sriwedari,” kata dia, Selasa.

Selain itu, dalam konteks sejarah, joglo itu memang belum berusia begitu tua. Namun, joglo telanjur masuk dalam sanubari masyarakat lintas kelas. Joglo itu telah terekam dalam ingatan masyarakat sehingga mereka memiliki semacam ikatan emosional dengan ruang publik tersebut.

“Joglo di masa lalu juga dipakai untuk kegiatan malem selikuran, bukan hanya acara kesenian. Artinya, joglo itu adalah joglo multifungsi yang mampu mewadahi aneka ragam kegiatan dengan mengusung spirit kebersamaan,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Soeracarta Heritage Society, Yunanto Sutyastomo, menilai perobohan bangunan jolgo itu bukan semata persoalan cagar budaya atau bukan. Pendapa Sriwedari sudah menjadi ruang bertemu berbagai lapisan masyarakat dari berbagai golongan dan menjadi tempat tumbuhnya berbagai macam kesenian. Hal itu menurutnya tidak diperhatikan Pemkot Solo.

“Kesenian yang tumbuh di Joglo Sriwedari itu berasal dari akar rumput tanpa ada bantuan pemerintah. Kalau kemudian disediakan tempat di Joyokusuman, tempatnya agak tersembunyi dan aksesnya susah. Apalagi itu ada di tengah kampung,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya