SOLOPOS.COM - Wakil Bupati, Setyo Sukarno, menandatangani berita acara persetujuan Raperda menjadi Perda di Gedung Paripurna DPRD Wonogiri, Rabu (17/3/2021). (Solopos-Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri menargetkan tahun ini Wonogiri minimal menjadi Kabupaten Layak Anak atau KLA pratama, tingkat dasar. Hal itu menyusul Rancangan Peraturan Daerah tentang KLA Wonogiri telah disetujui menjadi Peraturan Daerah, Rabu (17/3/2021).

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau DPPKBP3A Wonogiri, Setyarini, Rabu, mengakui hingga 2020 Wonogiri belum menjadi kabupaten layak anak.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Diharapkan setidaknya tiga tahun ke depan bisa mencapai KLA nindya, tingkat tertinggi. Cita-cita itu bisa terwujud jika setiap tahun Wonogiri konsisten mengajukan penilaian kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Baca juga: Suntik Kedua Pelayan Publik, Vaksinasi Wonogiri Terjamin?

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut dia, sejatinya mewujudkan kabupaten layak anak bukan hanya tugas dinasnya, tetapi tanggung jawab seluruh organisasi perangkat daerah atau OPD. Pemerintah desa juga harus berkontribusi untuk mewujudkan desa ramah anak. Oleh karena itu pekerjaan ini harus digarap bareng.

“KLA ada lima klaster. Semuanya membutuhkan peran OPD-OPD. Misalnya, semua tempat pelayanan publik harus ada ruang laktasi [menyusui]. OPD yang memiliki tugas pelayanan publik harus mengerjakannya. Pasar pun ke depan perlu ada ruang laktasi, jadi OPD terkait [Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan] mesti mewujudkannya. Contoh lain, perlu dibangun taman bermain anak. Dinas terkait harus terlibat dalam pembangunan infrastrukturnya,” ulas perempuan yang akrab disapa Rini itu.

Menyangkut Kepentingan Anak

Pada dasarnya, ungkap dia, OPD terkait sudah mengerjakan banyak hal. Mereka melaksanakan program yang menyangkut kepentingan anak didanai dari pos anggaran masing-masing.

Dengan adanya perda ini ke depan OPD harus memperhatikan fasilitas ramah anak dalam merealisasikan program, seperti ketika membangun gedung atau jalan, pembelajaran sekolah, dan sebagainya.

Baca juga: Nikmatnya Pindang Kambing, Kuliner Khas Wonogiri yang Berbahan Dasar Tepung dan Kikil

Contoh di bidang pendidikan, sekolah harus dapat mengondisikan agar wifi di sekolahan tidak dapat untuk mengakses konten dewasa oleh anak, anak harus mendapatkan edukasi tentang kesehatan reproduksi, dan memberi kebebasan anak dalam menyampaikan sesuatu ketika menghadapi masalah.

“Sekolah juga berupaya mencegah terjadinya perundungan. Jadi, OPD mengerjakan sesuai tupoksi [tugas pokok dan fungsi] saja, tidak perlu menambah anggaran untuk kegiatan baru,” imbuh Rini.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wonogiri sebagai inisiator pembentukan peraturan itu mendorong Pemkab segera mewujudkan target daerah menjadi kabupaten layak anak atau KLA.

Baca juga: 3 Sengatan Tawon Vespa Bikin Warga Ngadirojo Wonogiri Lumpuh, Begini Ceritanya

Pelaksanaan program diminta tak sekadar administratif, tetapi harus substantif agar efektif mengatasi permasalahan anak.

Kasus Kekerasan Seksual

Sekretaris Komisi IV DPRD, Supriyanto, kepada Solopos.com seusai Rapat Paripurna di Graha Paripurna DPRD Wonogiri, Rabu, menyampaikan persoalan anak di Wonogiri cukup kompleks. Masalah paling menonjol ihwal kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Namun, program intervensi harus bisa mengaver masalah anak secara menyeluruh. Pemicu masalah anak, seperti banyaknya masyarakat yang merantau dan menyerahkan pengasuhan anak kepada keluarga atau kerabat di kampung halaman perlu disoroti.

Baca juga: Anggota DPD RI Casytha Arriwi Kathmandu: Milenial Wonogiri Harus Pede Suarakan Pendapat

Dalam konteks itu pemerintah desa/kelurahan memiliki peran penting. Pada dasarnya desa pun harus ramah anak.

“Pelaksanaan program KLA ini jangan sampai mengesampingkan kearifan lokal. Anak angon [menggembala ternak] misalnya. Jangan dianggap angon itu sebagai tindakan mengeksploitasi anak. Di desa, angon itu dianggap bermain bukan bekerja,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya