SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Madiunpos.com, TULUNGAGUNG — Selama 2018, Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung menemukan 1.200 kasus penderita tuberkulosis (TB) di wilayah setempat. Diprediksi jumlah riil di lapangan jauh lebih banyak.

Untuk mempercepat penanggulangan TB, Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerbitkan peraturan daerah tentang Tuberkulosis. 

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“2018 Itu kami menemukan lebih dari 1.200 kasus dari insident rate (IR) yang diprediksi 2.000 kasus. Nah awal tahun ini sudah ada temuan 345 kasus lagi. Kami berharap sampai akhir tahun nanti jumlah temuan bertambah dan bisa mendekati IR,” kata Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung, Didik Eka, Kamis (9/5/2019). 

Dia mengatakan dalam kurun waktu satu tahun rata-rata instansinya mendeteksi adanya penderita baru di atas 1.000 orang. Dinkes Tulungagung harus berjuang ekstra untuk mengungkap penderita baru. Sebab biasanya para pengidap TB cenderung tertutup dan mengasingkan diri dari pergaulan. 

“Saat ini masih ada masyarakat kita yang beranggapan TB itu adalah penyakitnya orang miskin atau penyakit guna-guna dan sebagainya, sehingga mereka menutup diri,” ujarnya. 

Namun Didik mengaku sedikit lega, sebab dengan terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan TB diharapkan proses penanggulangan akan lebih maksimal dengan melibatkan semua instansi terkait dan masyarakat. 

“Dalam perda itu ada klausul yang mewajibkan seluruh rumah sakit pemerintah dan swasta, klinik, balai pengobatan, praktik dokter mandiri untuk melayani pasien TB dengan metode Dots (Directly observed treatment, short-course),” ujarnya. 

Selain itu masyarakat juga memiliki kewajiban untuk menjalani pengobatan secara tuntas, sehingga bisa sembuh maksimal dan tidak menular kepada warga yang lain.

“Jadi sekarang saatnya semua pihak bergandeng tangan untuk memberantas TB, jangan khawatir untuk biaya pengobatan akan ditanggung oleh pemerintah,” jelasnya. 

Dia menambahkan bagi layanan kesehatan yang menolak menanganan pasien TB akan mendapatkan saksi mulai peringatan hingga pencabutan izin operasional. 

Didik Eka mengakui proses pengobatan terhadap pasien tuberkulosis memiliki berbagai tantangan besar bagi pasien maupun pemberi layanan, karena proses pengobatan membutuhkan waktu lama dan teratur. 

“Pasien TB itu harus menjalani pengobatan selama enam bulan hingga delapan bulan untuk bisa sembuh total, nah inilah yang terkadang pasien itu menjadi jenuh. Makanya dibutuhkan observeb yang bertugas sebagai pengawas menelan obat, kalau bisa orang dekat,” imbuh Didik. 

Sering kali pihaknya menemukan penderita TB yang putus minum obat dalam kurun waktu tiga hingga empat bulan, dengan alasan batuk sudah reda. Padahal menurutnya, pengobatan harus rutin dan minimal enam bulan. 

“Iya memang, pada saat tiga bulan pengobatan itu biasanya batuk sudah reda dan gejala lain juga berkurang, sehingga mereka menganggap itu sudah sembuh, padahal belum,” kata Didik.

Silakan KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Madiun Raya 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya