SOLOPOS.COM - Aksi simpati untuk memperingati Hari Tuberkulosis Internasional. (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SRAGEN — Jumlah kasus tuberculosis atau TB di Kabupaten Sragen pada 2020 sebanyak 599 kasus. Kasus tersebut turun bila dibandingkan jumlah kasus TB di 2019 sebanyak 952 kasus.

Sementara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen tak mengalokasikan anggaran untuk program penanganan TB pada 2021. Padahal pada 2020, Pemkab mengalokasikan anggaran senilai Rp175 juta untuk program penanganan TB dan pemberian makanan tambahan (PMT).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati saat ditemui wartawan, Rabu (24/3/2021), menyampaikan saat ini Pemkab Sragen fokus pada penanganan Covid-19 tetapi bukan berarti mengesampingkan penanganan kasus TB.

Baca juga: Alasan Warga Karanganyar Maling 11 Karung Gabah di Sragen: Buat Makan Sampai Nyumbang

Dia mengatakan penanganannya bisa dipilah dan diperhatikan secara skala prioritas.

“Seperti kami memberi peralatan kesehatan untuk penanganan Covid-19 tetapi setelah pandemi berakhir alat tersebut bisa digunakan untuk penanganan penyakit TB. Jadi kami tidak mengesampingkan kasus TB tetapi hanya lebih fokus pada Covid-19. Penanganan TB, seperti pendataan, pengobatan, dan seterusnya tetap berjalan,” ujarnya.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sragen Sri Subekti menyebut kasus TB pada 2020 sebanyak 599 orang dan 23 orang di antaranya masih anak-anak, yakni umur 0-14 tahun.

Baca juga: Kawanan Maling Kuras Harta Puluhan Juta Rupiah di 3 Lokasi Sumberlawang Sragen

Kasi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2PM) DKK Sragen M.M. Sumiyati, menambahkan 599 kasus TB di Sragen 2020 itu menyebar di 25 puskesmas yang ada.

Dia menyebut kasus paling tinggi berada di Puskesmas Sragen Kota sebanyak 44 kasus, Puskesmas Kedawung II sebanyak 29 kasus, dan Puskesmas Sambirejo sebanyak 22 kasus. Dia mengatakan kasus di 22 puskesmas lainnya di bawah 22 kasus. Sedangkan selama 2019, kasus TB yang ditemukan, ujar dia, mencapai 952 kasus.

“Memang hasil temuan TB pada 2020 sangat kurang. Untungnya kami berkoordinasi dengan kader Aisyiyah dan kader semangat membara atau Semar. Kalau di 2020 ada alokasi anggaran pertemuan untuk kader dan sosialisasi tetapi di 2021 tidak ada alokasi anggaran untuk pengendalian penyakit menular. Tahun 2020 itu anggaran program TB itu sebenarnya Rp100 juta tetapi dipangkas untuk Covid-19 sebanyak Rp50 juta dan pemberian makanan tambahan senilai Rp125 juta, sehingga total Rp175 juta,” ujarnya.

Standar Pelayanan Minimal

Dia menerangkan dalam standar pelayanan minimal (SPM) itu ada dua jenis penyakit menular yang masuk, yakni TB dan HIV/AIDS tetapi tidak dianggarkan di APBD 2021. Dia berharap pada APBD Perubahan 2021 ada alokasi anggaran.

“Selama pandemi memang pertemuan-pertemuan cukup sulit. Padahal dalam sosialisasi TB itu lebih rumit, terutama untuk penderita TB MDR [multi drug resistance],” ujarnya.

Baca juga: Kawanan Maling Kuras Harta Puluhan Juta Rupiah di 3 Lokasi Sumberlawang Sragen

Dia menyebut ada kader Semar yang bertugas untuk penanganan kasus TB MDR tersebut. Dia mengatakan penderita TB MDR itu banyak yang menolak untuk mendapatkan pelayanan dari DKK, meskipun sekadar mau meminum obat.

Dia mencontohkan seperti di wilayah Karangmalang dan Masaran sempat ada kasus itu tetapi akhirnya yang bersangkutan diminta membuat pernyataan yang berisi tidak mau mendapat pelayanan kesehatan.

“Padahal risikonya bukan untuk diri yang bersangkutan tetapi juga untuk lingkungan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya