SOLOPOS.COM - Suasana rapat kerja Komisi C DPRD Gunungkidul dengan Disdikpora, DPU dan RSUD Wonosari di ruang komisi Gedung DPRD, Kamis (15/9/2016) . (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Pemkab Gunungkidul mendapat kritikan dari DPRD.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Komisi C DPRD Gunungkidul mengritisi perencanaan pembangunan milik Pemerintah Kabupaten yang terkesan asal-asalan. Akibatnya banyak proyek yang tercanam gagal terlaksana di tahun ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu sorotan terlihat dari adanya kegagalan lelang dalam pembangunan gedung Instalasi Bedah Sentral (IBS) milik RSUD Wonosari senilai Rp4,8 miliar. Kegagalan terjadi dikarenakan mepetnya waktu pengerjaan. Oleh karenanya, pihak rumah sakit membatalkan program tersebut dan mengalokasikannya untuk kegiatan di tahun depan.

Anggota Komisi C DPRD Gunungkidul Anton Supriyadi mengatakan, kegagalan pembangunan instalasi di RSUD hanya contoh kecil dari program kegiatan fisik yang dimiliki pemkab. Kegagalan ini, kata dia, erat kaitannya dengan sistem perencanaan pembangunan yang amburadul. Akibatnya saat akan masuk proses lelang rekanan, dokumen perencanaan yang dimiliki tidak detail sehingga dikembalikan lagi.

Sayangnya proses revisi perencanaan berlangsung lama sehingga waktu yang tersesisa tidak mencukupi lagi untuk dilanjutkan. Menurut Politikus Nasdem ini, nilai proyek pembangunan tidak sedikit karena mencapai Rp4,8 miliar, meski pendanaannya berasal dari APBD Provinsi. “Ini harus jadi catatan karena mungkin masalah ini terjadi di SKPD yang lain,” kata Anton kepada wartawan, Kamis (15/9/2016).

Komisi C Lakukan Penelusuran

Diakuinya, Komisi C sudah melakukan penelusuran. Hasilnya diketahui pihak RSUD memiliki perencanaan yang buruk. hal tersebut terlihat terhadap anggaran perencanaan yang dimiliki hanya sebesar Rp50 juta. Padahal, kata Anton, harusnya sesuai dengan aturan, proses tersebut harus melalui mekanisme lelang. Namun faktanya, proses tersebut dipilih melalui penunjukan langsung. Akibatnya, hasil penyusunan perencanaan tidak maksimal, terbukti dalam dokumen untuk lelang dikembalikan oleh Unit Layanan Pengadaan karena spesifikasi bangunan belum komplit.

“Kalau sesuai aturan, untuk perencanaan maskimal 5% dari pagu. Jika itu diterapkan, maka nilai perencanaan bisa menggunakan anggaran sebesar Rp240 juta dan itu harus dilelang untuk penyusunannya,” ungkapnya.

Menurut dia, penyusunan perencanaan pembangunan IBS di RSUD menyalahi aturan. Oleh karenanya, itu harus jadi pelajaran bersama agar peristiwa tidak terulang karena hal tersebut bisa berimplikasi terhadap masalah hukum. “Saya kira semua pihak harus ikut bertanggungjawab. Khusus DPU, sebagai dinas teknis harusnya bisa memberikan bimbingan agar perencanaan bisa sesuai aturan,” imbuhnya.

Hal tak jauh berbeda diungkapkan oleh Eko Rustanto. Menurut dia, proyek fisik yang dimiliki pemkab dengan nilai besar harus diubah. Selama ini, antara perencanaan dan pelaksanaan dilakukan secara bersama-sama sehingga hasilnya kurang maksimal. Harusnya, sambung dia, pembuatan perencanaan dilakukan satu tahun sebelum pelaksanaan. “Catatan kami baru DPU yang menerapkan perencanaan ini. Mudah-mudahan langkah itu bisa ditiru SKPD yang lain,” katanya.

Sementara Direktur RSUD Wonosari Isti Indiyani mengakui hal tersebut, karena ada satu proyek pembangunan IBS yang gagal lelang. Kegagalan terjadi karena dokumen dalam perencanaan tidak lengkap sehingga dokumen dikembalikan oleh pihak ULP. “Memang dalam penyusunan perencanaan kita tidak melalui lelang karena langsung ditunjuk,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya