SOLOPOS.COM - Calon Bupati Suharsono dan calon wakil bupati Abdul Halim Muslih berfoto seusai mendaftar sebagai peserta Pilkada da kantorr KPU Bantul, Selasa (28/7/2015). (Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Pemkab Bantul terpengaruh dinamika politik

 
Harianjogja.com, BANTUL--Pengocokan alat kelengkapan (alkap) DPRD Bantul sebagai bentuk dinamika politik dinilai menjadi bukti mulai tak harmonisnya hubungan politik antara Bupati Bantul dan wakilnya.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Betapa tidak, Fraksi PKB (F-PKB) yang notabene sebagai pendukung pemerintah justru bergabung dengan koalisi lain dengan meninggalkan Partai Gerindra dan PKS yang notabene tercatat sebagai pengusung dan pendukung pasangan bupati dan wakil bupati Suharsono-Abdul Halim Muslih maju pilkada 2015 lalu.

Hal ini diakui sendiri oleh Direktur Jogja Parlemen Watch Hestu Cipto Handoyo. Kepada wartawan, ia  melihat ada banyak faktor yang menyebabkan bergabungnya F-PKB Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, dan Fraksi Nasional Bintang Demokrat.

Di antaranya adalah kurangnya komitmen yang mengikat antara seluruh partai politik (parpol) pengusung dan pendukung pasangan Suharsono-Abdul Halim Muslih. “Ada kemungkinan hubungan bupati dan wakil bupati tidak harmonis,” jelas Hestu, Jumat (17/2/2017).

Analisa Hestu ini cukup beralasan. Pasalnya, Bupati Bantul Suharsono menyandang Ketua DPC Partai Gerindra Bantul. Sementara Abdul Halim Muslih juga menjabat Ketua DPC PKB Bantul. Keduanya memegang kendali garis politik partainya masing-masing.

Dengan realitas politik seperti ini, Hestu menduga F-PKB bersama koalisi barunya melalui kekuatan kursi di DPRD membawa misi tertentu untuk memengaruhi sekaligus mengendalikan berbagai kebijakan yang digulirkan bupati.

Kendati  F-PKB hanya memiliki empat kursi. Sejumlah fraksi yang bergabung bukan sembarangan. Di sana ada Fraksi PDIP dengan 12 kursi, Fraksi PAN enam kursi, Fraksi Partai Golkar lima kursi, serta Fraksi Nasional Bintang Demokrat empat kursi.

Total ada 31 dari 45 kursi yang ada. Praktis kekuatan ini bakal enteng menghadapi fraksi non koalisi. Sebut saja, Fraksi Partai Gerindra hanya memiliki enam kursi, Fraksi PKS empat kursi. Serta Fraksi PPP empat kursi.

Bahkan, kekuatan koalisi ini melebihi dua pertiga syarat sahnya digelar dan diputuskannya rapat paripurna. “Ini mengakibatkan dewan menjadi oposisi. Kalau terus-terusan bisa mengganggu bupati,” paparnya.

Selain itu, Hestu pun menilai adanya kemungkinan kocok ulang alkap ini hanya untuk penyegaran. Toh, kocok ulang alkap diperbolehkan. “Semacam bagi-bagi kue. Giliran siapa yang memegang alkap,” tambahnya.

Terkait hal itu, Wakil Bupati Bantul Abdul Halim Muslich dengan santai menanggapinya. Dirinya berdalih bahwa kocok ulang alkap sebagai salah satu fenomena politik yang wajar. Ia pun menampik adanya koalisi yang sengaja anti-pemerintah.  “Tak ada koalisi antipemerintah atau oposisi. Itu tak mungkin,” dalihnya.

Politisi PKB itu menyadari, berbagai manuver politik dalam koalisi sangat berpotensi bakal terjadi. Kendati begitu, Halim menegaskan, PKB bagian dari pemerintahan. Oleh sebab itu, dia memastikan sikap Fraksi PKB bakal sejalan dengan pemerintah. “Sehingga antara PKB dan Pemkab pasti sinergi,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya