Khazanah
Jumat, 20 April 2012 - 14:30 WIB

Pemisahan Regulator dan Operator Demi Haji Mabrur

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - MANAJEMEN HAJI—Mantan Atase Haji RI di Jedah, Nursamad Kamba (kiri) bersama dengan Sekjen Kemenag, Bachrul Hayat (kedua kiri) saat menjadi pembicara pada Seminar internasional Management And Governance The Hajj: Comparation of Egypt and Indonesian, di Gedung Pusat UNS, Kamis (12/4/2012). (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

MANAJEMEN HAJI—Mantan Atase Haji RI di Jedah, Nursamad Kamba (kiri) bersama dengan Sekjen Kemenag, Bachrul Hayat (kedua kiri) saat menjadi pembicara pada Seminar internasional Management And Governance The Hajj: Comparation of Egypt and Indonesian, di Gedung Pusat UNS, Kamis (12/4/2012). (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Ibadah haji dalam praktiknya secara syar’i memiliki tata cara seperti halnya salat, puasa dan ibadah lainnya yaitu ada syarat, rukun, wajib, sunah dan yang membatalkan haji. Ibadah haji menarik untuk dikaji.

Advertisement

Belum lama ini, Solo menjadi tempat dua acara besar yang membahas soal haji. Pertama, peringatan hari lahir (harlah) ke-22 Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dan rapat kerja nasional (rakernas) ke-10 IPHI di Diamond Convention Center, Minggu-Selasa (8-10/4).

Kedua, Seminar internasional Management And Governance The Hajj: Comparation of Egypt and Indonesian yang diselenggarakan Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret, Kamis (12/4).

Advertisement

Kedua, Seminar internasional Management And Governance The Hajj: Comparation of Egypt and Indonesian yang diselenggarakan Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret, Kamis (12/4).

Salah satu hal penting yang dibahas dalam kedua acara itu adalah soal pengelolaan haji yang diatur UU No 13/2008 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji. Ketua PSEI LPPM UNS, M Hudi Asrori, mengatakan seminar internasional tentang manajemen haji itu tidak bermaksud menjustifikasi. UNS ingin memberikan kontribusi secara akademis.

“Secara objektif, kami ingin memberikan kontribusi  bagaimana agar penyelenggaraan ibadah haji di kemudian hari bisa lebih baik,” kata dia.

Advertisement

Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum UNS itu menilai perlu proses penyadaran bahwa hegemoni pemerintah (Kementerian Agama) selaku regulator dan operator pada dasarnya merupakan monopoli.

Pernyataan senada dikemukakan Sekretaris IPHI Solo, Zainal Abidin. Menurut Zainal, sembilan rekomendasi rakernas ke-10 IPHI di Solo salah satunya IPHI mendukung revisi UU No 13/2008 sebagai program legislasi nasional di parlemen.

Dia menilai operator dan regulator satu atap adalah tidak logis. Hudi menambahkan, tujuan utama ibadah haji adalah mabrur, diterima Allah SWT. Pengertian mabrur  mestinya tidak hanya dilihat dari pelaksanaan ibadah haji oleh jemaah haji, tetapi juga faktor-faktor yang memfasilitasi pelaksanaan ibadah haji.

Advertisement

”Tujuan utama adalah haji mabrur. Ini bisa terwujud apabila difasilitasi oleh penyelenggara yang mabrur. Ibadah haji tidak hanya ritualnya, tetapi meliputi berbagai kepentingan yang membentuk satu komunitas antara penyelenggara haji dan jemaah haji yang saling terkait dalam suatu waktu tertentu,” paparnya.

Berbagai kepentingan di dalam ibadah haji di antaranya birokrasi, layanan administrasi dan umum, peran serta masyarakat, keuangan-perbankan, transportasi, pemondokan, kesehatan jiwa dan tubuh serta perlindungan keamanan jemaah haji.

Berbagai kepentingan tersebut menimbulkan permasalahan karena tidak semua kepentingan dapat seiring sejalan. Dalam penyelenggaraan haji lebih banyak terjadi benturan kepentingan di antara para pihak yang terlibat.

Advertisement

Bahkan, tidak jarang berakibat merugikan jemaah haji. Ada beberapa permasalahan yang menjadi perbicaraan masyarakat seperti biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang selalu naik, antrean panjang calon haji, hitungan setoran awal pendaftaran haji dan lain-lain.

”Sistem yang kami tawarkan pada prinsipnya regulator tetap di eksekutif dan legislatif,” lanjut Hudi. Adapun operator ada dua opsi. Pertama, meningkatkan status Direktorat Jenderal Urusan Haji Kemenag menjadi badan penyelenggara haji.

Kedua, menggunakan strategi Direktorat Jenderal Urusan Haji dinaikkan statusnya menjadi kementerian.

Menurut Hudi, kompleksitas urusan haji terkait calon haji (calhaj) sampai urusan finansial. Penanganan urusan haji oleh otoritas setingkat direktorat jenderal kurang kuat untuk mengatur segala sesuatunya.

Sebagai perbandingan, di Mesir dan Arab Saudi penanganan ibadah haji dipegang kementerian haji. Sedangkan di Malaysia, ada badan khusus yaitu Lembaga Tabung Haji. Dengan status kementerian maka urusan kompetensi, cakupan penanganan, kebutuhan calhaj dan finansial bisa lebih terakomodasi.

Menurut Zainal, perbaikan manajemen penyelenggaraan ibadah haji tidak bisa serta merta dilakukan secara drastis. “Entah itu mau lembaga atau kementerian yang penting ada upaya untuk perbaikan. Jumlah jemaah haji Indonesia itu terbesar di seluruh dunia yaitu mencapai 220.000 orang,” paparnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif