SOLOPOS.COM - Presiden Venezuela, Hugo Chavez (kiri) bersama wakilnya, Nicolas Maduro dalam sebuah jumpa pers di istana kepresidenan di Caracas, belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

Presiden Venezuela, Hugo Chavez (kiri) bersama wakilnya, Nicolas Maduro dalam sebuah jumpa pers di istana kepresidenan di Caracas, belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

CARACAS – Wakil Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang merupakan seorang mantan supir bus, harus keluar dari bayang-bayang Hugo Chaves untuk memimpin negara kaya minyak tersebut ke jalan yang belum pernah ditempuh sebelumnya. Presiden Hugo Chaves saat ini masih dirawat di Kuba setelah harus menjalani operasi kanker.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Maduro yang juga mantan pemimpin serikat pekerja itu berpostur tinggi dan berkumis tebal. Dia dikenal sebagai pendengar yang moderat — sangat kontras dengan Chaves yang berwatak comandante atau keras ala komandan tentara. Sekarang dalam usianya yang ke-50, dia menghadapi kemungkinan besar menggantikan Chaves, yang setelah 14 tahun kepemimpinannya memutuskan sang wakil presiden sebagai pewaris kekuasaan jika kanker yang dideritanya memaksa Chaves mengundurkan diri.

Ekspedisi Mudik 2024

Pemerintah mengungkapkan pada Kamis bahwa Chaves, 58, mengalami pendarahan dalam operasi yang dilakukan pada Selasa. Meskipun demikian,Chaves dikabarkan telah menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Maduro, yang dikenal di luar negeri sebagai menteri luar negeri sejak 2006, membawakan beberapa berita mengenai kesehatan presiden sambil mengingatkan bahwa bangsanya harus “siap menghadapi situasi yang sulit dan keras”.

Maduro juga menunjukkan loyalitasnya pada Chaves. Berbicara di mimbar kepresidenan, dia menyebut kelompok oposisi sebagai “kecil tapi berbisa” dan menuduh mereka merencanakan “serangan yang ganas”. Dengan pemilihan daerah pada Minggu, Maduro mendesak bangsa yang sedang terpecah itu untuk mendukung kandidat-kandidat yang pro pemerintah. Dia menyebut pilihan itu sebagai “pelukan, dan juga pilihan atas dasar cinta” terhadap Chaves.

Maduro sendiri mungkin akan menghadapi pemilunya sendiri jika kesehatan Caves terus menurun. Menurut undang-undang, Venezuela harus mengadakan pemilu dalam 30 hari jika presiden tidak lagi mampu menjalankan tugas atau meninggal. Chaves–yang baru saja terpilih pada Oktober dan dijadwalkan akan bersumpah jabatan pada 10 Januari–meminta masyarakat untuk memilih Maduro jika dia tidak dapat kembali ke kursi kepresidenan.

Pada Sabtu lalu, Chaves mendeskripsikan Maduro sebagai seorang berpengalaman yang merupakan revolusioner sejati. Maduro menurut Chaves akan memimpin Venezuela dengan “tangan yang tegas, pandangan ke depan, dan dengan kemampuan kerakyatannya.” Maduro diangkat sebagai wakil presiden satu minggu setelah Chaves terpilih, dia baru menduduki jabatan itu dua bulan ketika Chaves harus terbang ke Kuba untuk melakukan operasi.

“Lihatlah bagaimana seorang supir bus dapat menjadi sukses. Dia dulunya adalah supir bus dan orang-orang menghina dia,” kata Chaves saat mengangkat Maduro sebagai wakilnya, menggantikan Elias Jaua. Maduro mengawali karir politiknya setelah terpilih sebagai anggota legislatif pada 1999 dari partai Fifth Republic Movement (MVR), sebuah partai yang didirikan oleh Chaves.

Jalur politik kedua orang tersebut bertemu saat Maduro bergabung dengan Bolivarian Movement 200 (MBR-200), sebuah kelompok yang dipimpin oleh Chaves untuk melakukan penggulingan kekuasaan terhadap presiden saat itu, Carlos Andres Perez pada 1992. Upaya revolusi itu gagal. Chaves dan Maduro sering tampil bersama dalam acara-acara publik. Presiden sering bercanda dan mengejek pemimpin diplomatnya itu atas kerakusannya terhadap roti isi “submarine”.

Sebagai menteri luar negeri, Maduro mengadopsi politik “anti imperialis” yang ditujukan kepada Amerika Serikat. Dan selama beberapa tahun, negara tersebut membangun hubungan yang erat dengan musuh-musuh Amerika Serikat seperti Iran dan Suriah. Meskipun para analis mengatakan bahwa dia tidak sekeras Chaves, Maduro telah menunjukkan sisi kepribadiannya yang keras saat dia ditahan singkat oleh petugas keamanan di bandar udara Kennedy New York pada 2006. Setelah peristiwa itu, dia menyebut pemerintah Amerika Serikat di bawah George W. Bush sebagai “Nazi” dan “rasis”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya