Kolom Jogja
Rabu, 6 Juli 2011 - 09:13 WIB

Pemimpin multikultural

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Om ana bhadrah kratawo
yantu wiswatah

Om swastyastu

Advertisement

 

Kurangnya pemahaman nilai
teologis, moral, budi pekerti dan nilai humanisme, serta kurangnya
pemahaman kebangsaan tidak jarang menimbulkan berbagai asubha
karma
atau tindakan kekerasan. Ironisnya hal itu justru sering
dilakukan oleh orang yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Mereka
mengedepankan rasa hegemoni sempit dengan rasio dan retorika politik
mengatasnamakan golongan yang terbaik menurut versi mereka.

Advertisement

Kurangnya pemahaman nilai
teologis, moral, budi pekerti dan nilai humanisme, serta kurangnya
pemahaman kebangsaan tidak jarang menimbulkan berbagai asubha
karma
atau tindakan kekerasan. Ironisnya hal itu justru sering
dilakukan oleh orang yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Mereka
mengedepankan rasa hegemoni sempit dengan rasio dan retorika politik
mengatasnamakan golongan yang terbaik menurut versi mereka.

Agama tidak pernah
mengajarkan tindakan keji. Justru agama mengajarkan kebaikan,
memberikan tuntunan mengarahkan manusia ke jalan yang baik dan benar
menuju hidup satyam, sivam, sundharan.

Pemimpin keagamaan
sebenarnya memegang peranan penting dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan. Apalagi bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural.
Pemimpin keagamaan akan selalu diikuti dan diteladani para
pengikutnya jika berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Namun perlu
kita sadari, ajaran agama tidak sebatas pada wacana, teoritis dan
hapalan. Agama ada untuk memberikan pencerahan terhadap umat manusia
agar menpunyai jati diri dan eksistensi hidup yang berguna.

Advertisement

Upaya yang harus
dilakukan adalah menjaga kedua belah pihak agar tetap harmonis.
Dibutuhkan kesadaran batin yang dijiwai oleh nilai spiritual. Dalam
ajaran tat twam asi dan ahimsa sangat ditekankan
persatuan. Demikian juga dalam lontar sutasoma dinyatakan, “Rweneka
dhatuminuwas Bhuda Wiswa Bhudha rakwa ringapan kena parwa nasen,
mungkang jiwattwa kalawan siwa tattwa tunggal, bhineka tunggal ika
tan hana dharma mangrwa
”.

Berbeda- beda tetapi pada
hakikatnya adalah satu, kebenaran itu adalah satu tidak ada kebenaran
yang kedua. Benar masa lampau (atita), benar masa sekarang
(wartamana) dan benar yang akan datang (nagata).

Agama Hindu yang
bersumber pada kitab Suci Weda, mengajarkan kepada pemeluknya dan
kepada seluruh umat manusia untuk menghargai dan menghormati semua
agama yang mengakui adanya kebesaran Tuhan. Perilaku rukun terhadap
sesama telah lama dipraktikkan umat Hindu Nusantara dan telah
tercatat dalam sejarah bangsa. Sejak dikenalnya ajaran Hindu di
Kutai, di Kerajaan Mataram, Kerajaan Syailendra maupun Kerajaan
Majapahit, agama Hindu dan Budha bisa hidup berdampingan dalam satu
daerah dan satu raja.

Advertisement

 

Dalam ajaran Hindu yang
tertuang dalam Ramayana dan Mahabrata yang ditokohkan Rama dan
Krisna, terkandung ajaran membebaskan umat manusia dari cengkeraman
nafsu-nafsu keduniawian. Pada akhirnya kebenaran dharma tidak
bisa dimanipulasi, dan tetap jaya. Berbagai kebatilan yang telah
terjadi selama ini merupakan ujian bagi umat beragama.

 

Advertisement

Agama Hindu adalah agama
pembebasan. Ini tertuang dalam bhagawad gita yaitu, Kresna
dapat membebaskan Arjuna dari belenggu nafsu kasih sayang yang salah
penafsiran. Dengan berbagai uraian makna teologi, etika dan
moralitas, dapat menyadarkan Arjuna. Arjuna pun bangkit mengangkat
senjata bertempur dengan musuh-musuhnya yakni awidhya atau
ketidaktahuan tentang hakikat universal. Agama Hindu memperjuangkan
umatnya dari kemiskinan dan awidhya, penindasan manusia oleh
manusia dan pembebasan umat dari segala bentuk penyakit masyarakat
yang dapat merusak moral dan budi pekerti.

 

Om Santi-Santi-Santi
Om

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif