SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ahmad Djauhar

Melewati dua bulan pertama 2011 ini, kita disuguhi oleh kondisi yang cenderung memusingkan, terlebih dalam hal gonjang-ganjing politik yang tiada habisnya. Karena wacana politik yang teramat kental itu, seakan-akan kehidupan bernegara bangsa ini hanya untuk politik, politik dan politik. Lain tidak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Padahal, kalau mau jujur, urusan politik sejatinya hanyalah kepentingan segelintir orang atau golongan alias elite, bukan selera rakyat pada umumnya. Rakyat sekadar pelengkap atau penonton. Rakyat hanya diperlukan jika para elite ini sedang berlomba untuk meraih tahta, mengejar kedudukan, baik di kursi eksekutif maupun legislatif.

Namun, begitu mereka berhasil menduduki singgasana, biasanya langsung lupa akan kewajiban yang harus diemban, yakni melayani rakyat. Sebagian besar dari mereka hanya ingat haknya, yakni berapa rupiah yang mereka peroleh sebagai orang pemerintahan maupun wakil rakyat.

Ekspedisi Mudik 2024

Fakta tersebut kini makin diperjelas ketika para elite tersebut memenuhi pentas pemberitaan di hampir semua media—cetak, elektronik, <I>online<I>, hingga media luar ruang—yang berisi pencitraan maupun perdebatan tiada akhir yang intinya membenarkan kekuasaan mereka.

Lihat saja tayangan di hampir semua saluran televisi, betapa wacana <I>reshuffle<I>, koalisi, dan pencitraan begitu dominan layaknya tayangan sinetron. Para tokoh pemerintahan dan politik menjadi bintang baru dalam khazanah pertelevisian nasional, termasuk para komentator pro-kontra yang mewarnainya.

Di pinggir-pinggir jalan, begitu banyak gambar sosok presiden, menteri, gubernur, bupati/walikota yang terpajang di hampir setiap penjuru kota, mencitrakan keberhasilan atau kesungguhan mereka bekerja untuk rakyat—yang biaya pembuatan poster nan mahal itu tentu saja menggunakan uang rakyat juga.

Tetapi, benarkah mereka memikirkan kepentingan rakyat dengan sungguh-sungguh, termasuk di antaranya meningkatkan pendapatan bagi warga miskin? Kenapa banyak hal yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat sering terbengkalai, misalnya harga Sembako yang kian mahal?

Sebagai gambaran, harga minyak dunia yang pada akhir Desember masih berada pada kisaran US$92,87 per barel, kini telah menyentuh angka US$110 per barel. Hal itu tercermin langsung pada harga bahan bakar tak bersubsidi—seperti pertamax dari Pertamina atau super dari Shell yang pada akhir Desember masih pada posisi di bawah Rp 7.000 per liter kini sudah sekitar Rp 8.000 per liter.

Demikian pula dengan harga pangan dunia yang cenderung meningkat terus, seiring dengan anomali cuaca yang mendorong kegagalan panen di berbagai negara. Beberapa negara yang semula mampu swasembada pangan, karena faktor cuaca tadi, kini harus mengimpor dan terjadilah ”rebutan” permintaan di pasar bahan pangan dunia.

Subsidi membengkak
Kedua indikator kebutuhan paling pokok manusia tersebut tentu menjadi acuan bagaimana sebuah pemerintahan menghadapinya untuk menjaga agar kebutuhan rakyat tercukupi, tentu saja dengan harga yang tetap terjangkau.

Nah, akan halnya Indonesia, pemerintah tampak sekali tidak menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi kemelut kenaikan harga minyak dan bahan pangan tersebut. Karena, mereka asyik-masyuk dengan urusan politik dan kekuasaan tadi. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan kita semua.

Dengan kecenderungan harga kedua komoditas tadi terus menguat, kalau pemerintah tidak menaikkan harga dengan alasan rakyat akan marah (dan itu pasti), subsidi dari APBN dipastikan membengkak. Tanpa kenaikan harga kedua komoditas itu saja, APBN kita sudah defisit.

Kenaikan harga minyak menjadi rata-rata US$100 per barel akan menyedot tambahan subsidi sekitar Rp 30 triliun. Ditambah subsidi untuk menjaga keterjangkauan harga bahan pangan maupun subsidi lain-lain yang mengiringi kenaikan harga kedua komoditas itu, total tambahan subsidi akan sekitar Rp 50 triliun.

Dari kisruh mafia pajak yang ternyata menjadi bahan politisasi luar biasa dan relatif rendahnya hukuman terhadap Gayus Tambunan—salah satu dari entah berapa ratus atau berapa ribu pelaku penggelapan pajak—diperkirakan menurunkan kepercayaan masyarakat untuk patuh membayar pajak. Banyak analisis memperkirakan terdapat potensi penurunan setoran pajak sekitar 10% dari rencana penerimaan pada APBN 2011 yang mencapai Rp 500 triliun.

Dengan demikian, terdapat tambahan defisit sekitar Rp 100 triliun sehingga total defisit yang akan membebani APBN 2011 menjadi Rp 225 triliun. Ke mana lagi pemerintah akan menutup defisit tersebut? Mencari tambahan utang luar negeri sudah pasti.

Hal yang lebih parah dari itu—dan itu tindakan paling realistis—adalah melakukan realokasi anggaran pembangunan, yang dalam APBN 2011 ”hanya” dialokasikan sekitar Rp 90 triliun atau 7,5% dari total nilai APBN Rp 1.200 triliun itu.

Apa akibatnya jika anggaran infrastruktur terpaksa disedot untuk tambahan subsidi agar rakyat tidak marah dan  kepemimpinan para elite politik—khususnya yang sedang berkuasa—tadi tidak terusik?

Tentu saja akumulasi ketidakmampuan bangsa ini menambah aset infrastruktur yang sebenarnya amat diperlukan untuk mendorong perekonomian nasional agar dapat tumbuh layak sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama kelompok miskin dan terpinggirkan itu.

Kalau berbagai proyek infrastruktur yang amat dibutuhkan bangsa ini tidak kunjung terbangunkan karena selalu saja kekurangan dana pembangunan, kemajuan ekonomi bangsa ini hanya tinggal impian. Rakyat tetap menderita, sementara elite politiknya berpesta. Walhasil, bangsa ini akan makin tertinggal dari bangsa lain.

Karena itu, para pemimpin bangsa yang saat ini bertahta harus senantiasa ingat bahwa  kekuasaan politik yang mereka miliki itu adalah mandat rakyat, bukan semata-mata prestasi mereka. Mereka hendaknya jangan gaduh memikirkan kepentingan sendiri tapi hendaknya mengingat amanat penderitaan rakyat.  <f”dingbats-Thin”>q<f”century old style normal”>

Ahmad Djauhar
Wartawan <I>Jaringan Informasi Bisnis Indonesia<I>

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya