SOLOPOS.COM - Mahkamah Konstitusi (mahkamahkonstitusi.go.id)

Solopos.com, JAKARTA — Sebagian pengamat politik dan anggota DPR menilai tidak tepat jika pemilihan umum (pemilu) serentak dilaksanakan pada tahun 2014. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberi masukan sebaiknya pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2019.

Anggapan bakal tidak efektifnya pemilu serentak jika dilaksanakan pada tahun 2014 itu antara lain dikemukakan Siti Zuhro, peneliti bidang politik LIPI. “Kalau untuk dilaksanakan tahun ini, saya rasa akan sulit, karena dibutuhkan pembenahan yang tidak sebentar, sedangkan pileg [pemilu legislatif] tinggal 2 bulan lagi. Semuanya perlu dipersiapkan matang-matang,” ujarnya ketika dijumpai di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/1/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurutnya, pihaknya mendukung gugatan yang diajukan oleh pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra terkait uji materi terhadap UU No.42/2008 tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, pihaknya menyatakan lebih baik jika wacana pemilu serentak ini direalisasikan pada Pemilu 2019.

“LIPI memberi masukan sebaiknya pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2019,” ucapnya. Lebih lanjut, dia menjelaskan untuk mewujudkan ketentuan pemilu serentak ini tidak bisa hanya ditata sepotong-potong. Melainkan harus disiapkan semuanya, baik dari partai sebagai peserta pemilu, penyelengara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, serta peraturan yang mengaturnya.

Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan pihaknya yakin jika uji materi terhadap UU Pilpres yang diajukan Yusril akan ditolak oleh MK. Menurutnya, pemilu secara serentak jika dipaksakan akan mengacaukan konstelasi politik di tahun 2014. Sebab, tidak masuk akal kalau dalam waktu singkat ini dibuat perubahan besar.

“Hal itu akan menimbulkan kekacauan. Terutama untuk persiapan-persiapan yang sudah dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu,” jelasnya.

Berdasarkan pertimbangan tadi, maka pihaknya mendesak MK agar mempertimbangkan matang-matang sebelum mengabulkan permohonan uji materi Yusril. “Menurut saya, tidak strategis kalau MK memutuskan mengabulkan permohonan Yusril. Karena itu kami harap majelis hakim MK mempertimbangkannya kembali,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II Agun Gunandjar Sudarsa mengaku akan menghormati apapun keputusan MK. Menurutnya, DPR memiliki keinginan untuk membahas Pemilu serentak. Akan tetapi, gagasan tersebut ditolak oleh sebagian besar fraksi di DPR.

“Kita sudah ada keinginan untuk membahas Pemilu serentak. Namun, kami juga perlu memperhatikan kondisi objektif kesiapan untuk melaksanakan itu. Kalau dipaksakan dikhawatirkan akan terjadi kekacauan dalam Pemilu,” ujarnya.

Di sisi lain, Yusril mengaku optimistis gugatannya akan dikabulkan oleh MK. “Kami yakin dikabulkan, karena memang inkonstitusional,” katanya.

Menurutnya, pengajuan uji materi terhadap UU Pilpres ini dilakukannya untuk membuktikan bahwa pelaksanaan Pemilu selama ini inkonstitusional. Sebab dalam UUD 1945 disebutkan Parpol peserta Pemilu berhak mengusulkan pasangan Capres dan Cawapres. Namun, UU Pilpres justru menetapkan Presidential Threshold, yaitu Parpol berhak mengajukan pasangan Capres dan Cawapres apabila telah memenuhi standar 25% perolehan suara nasional dan 20% kursi di DPR.

Seperti diketahui, sidang perdana uji materi UU Pilpres dengan nomor perkara 108/PUU-XI/2013 yang diajukan capres Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra dilaksanakan hari ini dimulai dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Pengajuan uji materi UU Pilpres ini sempat mengundang polemik. Pasalnya, sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak yang digagas oleh pengamat komunikasi, Effendi Ghazali ini juga pernah mengajukan uji materi terhadap UU yang sama.

Mereka telah mengajukan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Pilpres terlebih dulu, sebelum Yusril mengajukannya ke MK. Pada April 2013 lalu, MK telah membuat keputusan, akan tetapi hingga saat ini keputusan tersebut belum dibacakan. Rencananya, keputusan terhadap uji materi yang diajukan Effendi Ghazali dan koalisinya ini akan dibacakan oleh MK, Kamis (23/1/2014) besok.

Apabila MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Pilpres ini maka akan berdampak pada sistem Pemilu 2014, antara lain adalah Pileg dan Pilpres akan dilaksanakan serentak dan tidak lagi menggunakan sistem presidential threshold, yaitu parpol dapat mengajukan capresnya, jika telah memenuhi ambang batas 25% untuk perolehan suara nasional dan 20% untuk perolehan kursi di DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya