SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO Panitia Pengawas Pemilu Tingkat Kecamatan (Panwascam) Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah membuka mata dan telinga mereka menjelang pelaksanaan pencoblosan, Rabu (9/4/2014). Pasalnya, mereka mendapatkan informasi adanya modus operandi baru money politics dari warga salah satu kelurahan.

Dihubungi Solopos.com, Senin (7/4/2014), Ketua Panwascam Pasar Kliwon Agus Anwari menerangkan menjelang pemungutan suara Pemilu 2014 pihaknya mengantisipasi aksi money politics. Langkah itu dilakukan mengingat pada pemungutan suara Pemilu 2009 lalu banyak ditemukan upaya jual beli suara di lapangan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Yang jelas berdasar pengalaman [lima] tahun lalu, saat hari tenang para caleg memanfaatkannya dengan pengumpulan massa dengan kedok sosialisasi atau pemantapan saksi. Kemudian caleg itu membagi-bagikan uang. Hari-hari terakhir ini, kami sudah mencium aroma money politics yang sangat kental di salah satu kelurahan. Sebagai tindak lanjut, kami bakal menerjunkan PPL [petugas pengawas lapangan] ke wilayah itu,” jelasnya.

Lebih jauh diungkapkannya adanya strategi money politics baru. Modus operandi anyar politik uang yang didasarkan pada laporan warga itu adalah adanya dua tahapan pembagian uang gelap. “Indikasi itu menguat lantaran laporan itu tidak hanya berasal dari satu sumber. Kami sendiri pun sudah mencium dugaan tersebut jauh-jauh hari,” tegas Agus.

Tahapan pertama pembagian uang, terang dia, yakni saat pengumpulan massa yang berkedok pemantapan saksi. Lantas tahapan kedua dilakukan seusai pemungutan suara. Nilai uang yang diberikan dalam dua tahap itu, menurut Agus, sekitar Rp100.000.

“Saat penghitungan suara, muncul angka milik caleg tersebut. Kemudian dana tahap kedua dikalikan jumlah suara, baru kemudian diserahkan kepada pemilih,” urai dia.

Sebagai langkah antisipasi pihaknya sengaja menempatkan sejumlah petugas di tempat pemungutan suara (TPS) dengan indikasi money politics kuat. “Paling tidak kontestan pileg [pemilu legislatif] memasang orang di TPS itu. Mereka bertugas melihat jumlah suara yang masuk. Kami bakal buka mata lebar-lebar agar bisa mencegah kejadian itu,” imbuh Agus.

Menurutnya, pada pemilu tahun ini, aksi kampanye terbuka dan tertutup tak begitu meriah. Atas dasar itulah, para caleg menggunakan menit-menit terakhir menjelang pemungutan untuk mendulang jumlah suara.

Dihubungi terpisah, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Solo Sri Sumanta mengintruksikan larangan membawa handphone ke bilik suara untuk mencegah indikasi money politics tersebut. “Saat bintek [bimbingan teknis] bersama Badan Pengawas Pemilu belum lama ini, kami mengimbau tidak membawa handphone ke bilik suara. Tentu informasi itu sudah sampai ke KPPS untuk meneruskan ke warga,” jelasnya.

Meskipun demikian pihaknya tak bisa secara tegas melarang warga membawa handphone lantaran terganjal aturan. “Kami tak punya ketentuan khusus tentang larangan membawa handphone. Karena pilihan itu sifatnya rahasia, kami tak bisa turut campur melihat ke bilik suara. Hanya yang bersangkutan yang boleh ke bilik suara. Kami tak bisa cek,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya