SOLOPOS.COM - Gedung Mahkamah Konstitusi (mahkamahkonstitusi.go.id)

Solopos.com, JAKARTA — Pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi UU Pilpres tertunda hingga delapan bulan yang menjadikan jarak pembacaan putusan pemilu serentak dan pelaksanaan Pemilu 2014 berdekatan. Akibatnya, putusan tentang pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres serentak itu baru bisa dilaksanakan pada Pemilu 2019. Bagaimana bisa?

MK hari ini memutuskan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden secara terpisah yang tertuang dalam UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, menjadi tidak konstitusional. Namun, MK menunda pelaksanaan pemilu serentak hingga 2019 dengan alasan waktu persiapan pelaksanaan pemilu 2014 yang tinggal tiga bulan lagi.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Effendi Gazali, pemohon uji materi UU Pilpres tersebut, mengatakan pembacaan putusan MK telah tertunda hingga sejak Mei 2013 atau sekitar delapan bulan. “Kenapa dilama-lamakan? Jadi dari sembilan hakim [konstitusi, delapan setuju pada rapat bulan Mei. Ada penundaan delapan bulan,” katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (23/1/2014).

Pakar psikologi politik UI, Hamdi Muluk, juga mempertanyakan mengapa MK baru memutuskan pemilu serentak hari ini. Kabarnya, putusan itu sudah bisa diketok pada April 2013. “Tapi pada saat itu Pak Mahfud MD sudah pensiun sebagai Ketua MK. Nah, Pak Mahfud sudah tidak punya kekuatan untuk memutuskan. Nah, dalam MK periode baru, apa yang terjadi? Kalau ini tinggal dibacakan, ada apa ini?” kata Hamdi seperti ditayangkan Metro TV, Kamis sore.

Hamdi mengungkapkan pihaknya sudah pernah menanyakan hal itu ke MK pada 1 Oktober 2013. Namun jawaban yang dia terima tidak memuaskan. “Waktu itu kita pernah menanyakan pada 1 Oktober, jawaban panitera adalah, ‘kami punya tunggakan kasus yang harus diputuskan lebih cepat’. Pada 15 Januari kemarin, kami merayakan setahun pengajuan uji materi ini, saat itu sempat mau kami cabut karena ada juga gugatan [serupa] dari Pak Yusril.”

Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi School of Government, Fadjroel Rachman, mengatakan putusan MK seharusnya dilaksanakan langsung pada 2014. Permasalahan teknis dan prosedur, menurut dia, tidak bisa menjadi alasan penundaan hak konstitusional rakyat Indonesia hingga 2019. “Mestinya tidak boleh yang konstitusional dikalahkan oleh yang prosedural atau yang teknis, idealnya seperti itu,” kata Fadjroel seperti dikutip Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Jakarta.

Kuasa Hukum Effendi Gazali, Wakil Kamal, mengatakan MK telah menyatakan pemilu terpisah tidak konstitusional, maka penundaan pemilu serentak dari 2014 ke 2019 adalah pelanggaran konstitusi. “Menurut saya pribadi, pelanggaran serius terhadap konstitusi karena menunda hak warga negara, hak pemilih untuk menggunakan hak pilih dengan cerdas,” katanya.

Dia merasa KPU tidak akan kesulitan untuk melaksanakan pemilu serentak pada 2014 dengan sedikit menunda waktu pemilu dan menambah persediaan logistik pemilu. “Saya kira persoalan teknis tinggal ditunda sesungguhnya dua bulan, hanya menambah satu kotak suara, saya kira KPU siap,” kata Kamal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya