SOLOPOS.COM - Kondisi salah satu titik penambangan liar di RT 01 Dusun Karanganyar, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden yang telah rusak dan ditinggalkan penambang, Rabu (6/12/2017). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Pemilik lahan siap ladeni gugatan warga.

Harianjogja.com, BANTUL—Aduan warga Dusun Karanganyar, Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden ke Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Kamis (14/12/2017) lalu menyeret nama salah satu kontraktor besar di Bantul, Sandimin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kontraktor yang pernah tersangkut masalah pendirian toko modern di Jalan Imogiri Timur beberapa waktu lalu itu dituding sebagai pemilik beberapa lahan penambangan ilegal di Karanganyar.

Saronto, salah satu warga yang mengadu mengatakan, setidaknya ada tiga nama pengusaha yang menurutnya harus bertanggung jawab. Mereka diklaimnya sebagai pemilik lahan yang disewakan kepada para penambang. “Ada tiga pengusaha, salah satunya adalah Sandimin,” katanya, Kamis lalu.

Hak milik tanah atas nama tiga orang itu dijual pada pencari pasir dengan alasan keuntungan yang menggiurkan. Setidaknya ada dua model yang diterapkan dalam praktik penambangan pasir tersebt, yakni sistem bagi hasil dan borongan.

Dalam sistem bagi hasil, pemilik lahan bakal mendapatkan bagian sekitar Rp250.000 per truk. Padahal dalam sehari, penambang dapat menghasilkan kira-kira 40-70 truk yang dijual dengan harga Rp600.000 per truk. Sedangkan untuk sistem borongan tarifnya bervariatif. Ada yang meminta Rp200 juta untuk satu titik lokasi penambangan yang akan ditambang hingga berbulan-bulan.

Akibat penambangan itu, selain merusak lahan dan mengurangi volume pasir, jalan yang ada di sekitar lokasi pun rusak berat, bahkan salah satu ruasnya ambles hingga sepanjang 150 meter. Jalan tersebut, menurut Saronto merupakan infrastruktur yang biasa digunakan sehari-hari beraktivitas oleh masyarakat sekitar, namun kondisinya saat ini sudah tidak dapat dilalui, karena hancur dan amblas.

Salah satu kontraktor yang namanya disebut warga, Sandimin justru membantah tuduhan itu. Kepada Harianjogja.com, pengusaha asal Imogiri itu memang mengaku memiliki lahan di kawasan penambangan ilegal tersebut. Namun ia membantah jika menyewakannya untuk ditambang. “Tanah itu memang milik saya, dan rencana dibuat untuk menanam ketela, kalau yang nambang ya warga sekitaran situ sendiri,” ujarnya, Jumat (15/12/2017).

Tanah yang rencananya digunakan untuk pertanian itu disewakan kepada warga dengan sistem bagi hasil. Hasil dari pengolahan lahan itu nantinya akan dibagi dua antara pemilik lahan dan penyewa tanah. Itulah sebabnya, ia menilai tak memiliki urusan dengan warga. Terlebih untuk menggelar pertemuan dan berdiskusi dengan mereka, ia merasa tak perlu. Meski begitu, jika warga tetap kukuh akan membawa ke ranah hukum, ia mengaku siap menghadapinya. “Saya tidak ada urusan apa-apa [dengan warga], kalau mau dibawa ke ranah hukum ya saya siap, saya tidak salah kok,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya