SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<blockquote><p>Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Kamis (21/6/2018). Esai ini karya Thontowi Jauhari, advokat dan Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Boyolali. Alamat e-mail penulis adalah thontowi.jauhari@gmail.com.<strong><br /></strong></p></blockquote><p class="Default"><strong>Solopos.com, SOLO</strong>–UU&nbsp; No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang menjanjikan terselenggaranya pemilihan kepala daerah serentak pada 2018 tanpa politik uang.</p><p class="Default">Pasal 73 ayat (4) mengatur selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan sukarelawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.</p><p class="Default">Pemberian uang itu untuk memengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih; menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan memengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu. Pasal tersebut ditindaklanjuti dengan pemidanaan.</p><p class="Default">Pasal 187 A ayat (1) mengatur setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.</p><p class="Default">Pemidanaan juga berlaku terhadap pemilih. Ayat (2) mengatur pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).</p><p class="Default">Pembuat undang-undang (pemerintah dan DPR) tampaknya mulai mempunyai kehendak politik dan serius memberantas politik uang dalam pemilihan kepala daerah melalui perbaikan&nbsp; dan penyempurnaan regulasi sehingga hukum dapat berfungsi untuk menciptakan ketertiban, keadilan, dan&nbsp; rekayasa sosial.</p><p class="Default">UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah&ndash;UU pertama yang mengatur pemilihan kepala daerah secara langsung–tidak mengkriminalisasi praktik politik uang. Pasal 82 ayat (1) mengatur pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainya untuk memengaruhi pemilih.</p><p class="Default">Larangan tersebut terlihat &rdquo;garang&rdquo; karena dalam ayat (2) diatur &nbsp;pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD, namun pasal ini menjadi lumpuh karena larangan tidak disertai sanksi pidana.</p><p class="Default">Dalam redaksi yang nyaris sama, larangan politik uang diatur dalam Pasal 73 ayat (1) UU No 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih.</p><p class="Default">UU tersebut kemudian diubah melalui UU No. 8/2015, namun Pasal 73 termasuk yang tidak diubah dan tidak ditambah dengan pasal pemidanaan. Itu artinya, pembuat UU (ketika itu) tidak memandang praktik politik uang sebagai &rdquo;penyakit serius demokrasi&rdquo;.</p><p class="Default">Kini, dengan kehadiran UU No. 10/2016, ada secercah harapan terselenggaranya pemilihan kepala daerah yang bersih tanpa politik uang, atau setidak-tidaknya praktik politik uang dapat diminimalisasi, sehingga proses pemilihan kepala daerah dapat berjalan secara adil dan jujur.</p><p class="Default">Harapan lebih jauh adalah pemilihan kepala daerah dapat melahirkan pemimpin daerah yang berkualitas, baik dari sisi visi, pengetahuan tentang pemerintahan, komitmen, keterampilan, kepemimpinan, dan integritas.</p><p class="Default">Yang menarik, subjek hukum pidana tersebut (pelaku politik uang) &nbsp;tidak hanya calon dan/atau tim kampanye, namun juga anggota partai politik, sukarelawan, pihak lain, dan pemilih. Itu artinya ada lompatan hukum, bukan hanya pemberi politik uang yang dikenai kriminalisasi, namun juga pemilih.</p><p class="Default">Bukan hanya calon atau tim kampanye yang memberikan yang dikenai pasal kriminalisasi, namun juga pemberi lainnya. Dalam konteks ini, kita patut mengapresiasi pembuat UU. Persoalannya, efektifkan UU tersebut menjerat pelaku politik uang?</p><p class="Default"><strong>Delik Materiil</strong></p><p class="Default">Sayangnya, &nbsp;dalam perumusan pemidanaan politik uang tersebut, pembuat UU memasukkan dalam jenis delik materiil. Menurut Moeljanto (1980),&nbsp; dikatakan ada perumusan materiil jika yang disebut atau menjadi pokok dalam <em>formulering</em> adalah akibatnya. Oleh karena akibatnya itulah yang dianggap pokok untuk dilarang.</p><p class="Default">Maksudnya ialah yang menjadi pokok larangan tindak pidana ialah pada menimbulkan akibat tertentu, disebut dengan akibat yang dilarang atau akibat konstitutif. Titik berat larangan adalah pada menimbulkan akibat,&nbsp;sedangkan wujud perbuatan apa yang menimbulkan akibat itu tidak menjadi persoalan.</p><p class="Default">Ini berbeda dengan delik formal. Delik formal ialah delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.&nbsp;Yang menjadi pokok larangan dalam rumusan itu ialah melakukan perbuatan tertentu.</p><p class="Default">Dalam hubungannya dengan selesainya tindak pidana, jika perbuatan yang menjadi larangan itu selesai dilakukan, tindak pidana itu selesai pula tanpa bergantung pada akibat yang timbul dari perbuatan.</p><p class="Default">Karena jenis pemidanaan politik uang masuk dalam delik materiil, akibat politik uang menjadi salah satu unsur yang harus dibuktikan di pengadilan. Akibat politik uang seperti&nbsp; unsur &rdquo;untuk memengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu&rdquo; harus dinyatakan terbukti.</p><p class="Default">Untuk membuktikan akibat politik uang tersebut bukan pekerjaan yang gampang. Akan ada beberapa kendala. <em>P</em><em>ertama</em>,&nbsp; unsur-unsur akibat politik uang tersebut bertentangan dengan asas rahasia penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.&nbsp; Penyidik akan kesulitan mencari informasi pilihan pemilih saat pemilih menyatakan itu rahasia yang dijamin oleh UU.</p><p class="Default"><em>Kedua</em>, penerima politik uang juga diancam pidana (Pasal 187 A ayat (2)).&nbsp; Itu artinya, jika pemilih mengakui ada pengaruh politik uang terhadap pilihannya, akan berakibat pemidanaan pada dirinya dan tentu pemilih akan berlindung pada asas rahasia.</p><p class="Default">Mestinya pembuat UU merumuskan pemidanaan politik uang dalam delik formal. Dalam delik formal, saat perbuatan politik uang dinyatakan terbukti, berarti&nbsp; telah secara sempurna terpenuhi suatu tindak pidana politik uang tanpa harus membuktikan pengaruh atau akibat politik uang tersebut. Pemidanaan politik uang dalam UU No. 10/2016 tersebut hanya akan menjadi macan ompong. <em>Wallahu a&rsquo;lamu bi showaab</em>.</p><p class="Default">&nbsp;</p><p class="Default">&nbsp;</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya