SOLOPOS.COM - Perbankkan Syariah (Dok/JIBI)

JAKARTA- Pemerintah menerbitkan dua peraturan yang mengatur pengenaan pajak penghasilan atas kegiatan usaha pembiayaan syariah dan kegiatan usaha perbankan syariah.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dedi Rudaedi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (16/1/2012), menjelaskan peraturan pertama yang terbit adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa perlakuan pajak atas kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Sedangkan sewa guna usaha Ijarah Muntahiyah Bittamlik diperlakukan sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).

Untuk kegiatan usaha anjak piutang Wakalah bil Ujrah dan pembiayaan konsumen berdasarkan akad Murahabah, Salam, dan Istishna, keuntungannya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan pajak penghasilan atas bunga.

Selanjutnya, atas penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha kartu kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah lainnya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Peraturan kedua, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.

Dalam kegiatan usaha perbankan syariah, penghasilan berupa bonus, bagi hasil, margin keuntungan dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan pengenaan pajak penghasilan atas bunga.

Sedangkan penghasilan lainnya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai transaksi antara perbankan syariah dengan nasabah penerima fasilitas.

Kegiatan pembiayaan syariah dan perbankan syariah pembebanan biayanya mengacu pada ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan.

Apabila terdapat pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi prinsip syariah, maka tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.

Oleh karena itu pengalihan tersebut dianggap sebagai pengalihan langsung dari pihak ketiga kepada nasabah, yang dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dengan terbitnya kedua peraturan perpajakan tersebut, diharapkan akan ada keselarasan penerapan peraturan perpajakan dengan praktek kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Antara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya