SOLOPOS.COM - Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersama istri, Veronica Tan dan anak, Nicholas Sean Purnama mencoblos di TPS 54 kawasan Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta, Rabu (15/2/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A)

Pemerintah ditantang untuk melakukan diskresi terhadap status Ahok merujuk pada kasus Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi.

Solopos.com, JAKARTA — Ketua DPR Setya Novanto meminta semua pihak menunggu proses hukum terkait status Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sementara itu, politikus Gerindra menantang pemerintah untuk melakukan diskresi tentang status Ahok.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

“Masalah hak angket ini saya sudah mengamati bahwa kemarin kan sudah rapat antara Mendagri dengan Komisi II DPR. Kita menghargai dan tentu saya menghargai apa yang sudah disampaikan Mendagri, yaitu menunggu proses hukum yang berlaku karena ini adalah proses segalanya,” ujarnya di Gedung DPR, Kamis (23/2/2017).

Menurutnya hak angket merupakan hak anggota sehingga fraksi-fraksilah yang menentukan dan proses itu harus dihormati. Novanto mengaku setuju dengan keputusan pemerintah mengenai status Ahok. Isu hak angket kepada pemerintah ini digulirkan karena status Ahok yang tidak dinonaktifkan meski statusnya telah menjadi terdakwa kasus penistaan agama.

“Kita percayakan kepada pihak yang terkait supaya masalah hukumnya dapat selesai. Tentu ini yang kita tunggu-tunggu. Semoga tidak ada hal-hal yang mengecewakan,” ujar ketua umum DPP Partai Golkar itu.

Ahok belum dinonaktifkan dengan pertimbangan adanya dakwaan alternatif yang ancaman hukumannya di bawah lima tahun. Mengenai kemungkinan lolos atau tidaknya usulan hak angket kepada pemerintah tersebut, Novanto tidak mau buru-buru berkomentar.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menantang pemerintah melakukan diskresi tentang pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pasalnya dia berstatus terdakwa kasus dugaan penodaan agama.

Riza membandingkan tidak diberhentikan Ahok dengan kasus yang menimpa Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Nofiadi. Dia menilai ada perlakuan yang berbeda ketika Wazir yang terkena kasus narkoba tanpa menunggu proses persidangan langsung diberhentikan.

Padahal, dalam kasus itu telah ada keputusan hukumannya, yakni empat tahun penjara. Sedangkan UU kepala daerah menyatakan bahwa kepala daerah baru bisa diberhentikan jika terkena hukuman minimal lima tahun. “Pemerintah seharusnya berani mengambil keputusan, kalau perlu diskresi sebagamaina contoh mengambil kebijakan atas bebebagai masalah kasus narkoba.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya