SOLOPOS.COM - www.freepik.com/ photo created by freepik

Solopos.com, MALANG — Pemerintah harus lebih tegas dalam menindak oknum penjual obat-obatan diatas harga eceran tertinggi (HET), agar tidak ada pihak-pihak yang menjadikan pandemi sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya.

Anggota Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Firman Turmantara, menjelaskan Pemerintah saat ini sedang bekerja keras untuk memastikan ketersediaan obat Covid-19 tercukupi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Namun di tengah situasi sulit seperti saat ini, ada saja oknum penjual obat yang menjual obat untuk terapi covid-19 dengan harga selangit,” katanya dalam keterangan resminya, Senin (11/10/2021) seperti dilansir Bisnis.

Untuk mengatur harga obat di pasaran agar tidak merugikan masyarakat, kata dia, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat terapi Covid19 melalui Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19.

Baca Juga: Jokowi Izinkan Proyek Kereta Cepat Dibiayai APBN, Ekonom: Berisiko!

Penetapan standar harga dengan HET ini sangat diperlukan saat sebuah komoditas permintaannya meningkat. Dengan adanya peningkatan permintaan, maka harga akan lebih terkontrol karena adanya ketetapan HET tersebut.

“Penentuan standar harga ini wajib dilakukan pemerintah dalam rangka amanat konstitusi untuk melindungi rakyat,” paparnya.

Pemerintah, kata Firman, sudah seharusnya hadir dengan berbagai ketetapan di saat terjadi gejolak harga. Setelah penetapan HET, permasalahan tak berhenti begitu saja.

Baca Juga: Tajir Banget, Pria 29 Tahun Ini Punya Harta Rp319 Triliun Berkat Kripto

Pengawasan Rutin dan Insidentil

Menurut dia, meski sudah ada penetapan HET, pemerintah tetap harus melakukan pengawasan terhadap implementasi ketetapan HET itu. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 30 UUPK.

Seperti pengawasan rutin dan pengawasan insidentil melalui beberapa sidak. Ketentuan yang dapat menjerat oknum pemain harga obat-obatan, diantaranya Pasal 62 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

“Sanksinya berupa pidana paling lama 5 tahun. Atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar. Selain itu izin usahanya pun bisa dicabut,” ujarnya.

Di samping itu perbuatan pelaku usaha yang menaikan harga obat-obatan di saat pandemi ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan ekonomi yang dapat dijerat dengan Undang-undang No. 7 drt. tentang Tindak Pidana Ekonomi.

Baca Juga: Biaya Infrastruktur Mahal, Startup Sulit Jangkau Luar Pulau Jawa

Senada dengan Firman, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Johan Efendi, menegaskan kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi dengan menimbun dan menaikan harga obat di pasaran untuk mengambil keuntungan yang besar pada masa pandemik ini harus mendapat sanksi hukum yang setimpal.

“Karena ini menyangkut keselamatan masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih tegas menangani masalah ini, agar kejadian serupa tidak terulang kembali,” ujarnya.

BPKN, kata dia, sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam menetapkan batas harga atas ini sehingga mempermudah penegakan kebijakan secara merata. Upaya ini juga akan semakin mempermudah masyarakat menjangkau produk-produk Kesehatan.

“Kami mendukung penuh upaya Bareskrim bersama kejaksaan untuk jangan ragu-ragu menindak tegas orang-orang yang bermain-main menaikkan harga obat.” ujar Johan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya