SOLOPOS.COM - Ilustrasi lockdown pandemi Covid-19 (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA -- Pemerintah dikabarkan mengambil opsi lockdown untuk mengerem laju pertambahan kasus Covid-19 yang kian tak terkendali. Namun, kemungkinan pemerintah tidak mengambil istilah lockdown.

Desakan agar pemerintah melakukan lockdown sejatinya mengalir sejak Januari lalu saat terjadi lonjakan Covid-19 gelombang pertama. Namun desakan itu direspons pemerintah dengan melakukan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro dan kini diperketat. Kini, muncul wacana PPKM darurat yang menyerupai lockdown.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seperti dikutip dari detik.com, opsi PPKM darurat ini telah sampai ke lingkar Istana. Opsi ini masih dikaji, baik dari diksi penamaan maupun substansi ketentuan-ketentuan di dalamnya.

Baca Juga: Pasien Covid-19 Konsumsi Ivermectin, Dinkes Jateng: Tanggung Jawab Dokter Masing-Masing

Anggota DPR dari Komisi IX yang bermitra dengan Kemenkes, Saleh Daulay, mengatakan memang sudah saatnya diberlakukan pengetatan ekstra pada PPKM. Penebalan PPKM yang selama ini sudah dilakukan dianggap belum cukup.

"Sementara, disebutkan bahwa IDI meminta agar pemerintah melakukan lockdown total sekitar 2 pekan. Nah, menurut saya, rekomendasi IDI dan para ahli seperti ini yang harus dipikirkan dan diterapkan," kata Saleh Daulay kepada wartawan, Selasa (29/6/2021).

"Nah, masalahnya, Presiden Jokowi pernah menyebut bahwa PPKM mikro sama dengan lockdown. Kalau itu yang disebutkan, ya tentu agak berat menerapkan lockdown. Di Komisi IX, opsi penerapan lockdown belum pernah disampaikan. Kami memiliki grup bersama dengan Kemenkes. Menkes termasuk anggota grup tersebut. Belum ada informasi seputar lockdown," lanjutnya.

Baca Juga: Jumlah Korban Covid-19 Melejit, Sukarelawan Pemakaman di Sragen Mengeluh

PPKM Tak Efektif

Ketua Fraksi PAN ini mengatakan kebijakan PPKM mikro tidak lagi efektif. Dengan berkembangnya varian baru COVID-19, menurutnya, tantangan akan semakin berat dan tidak bisa dianggap enteng.

"Sekarang saya dengar ada empat varian baru. Varian Alpha, Beta, Delta, dan Delta Plus. Ada juga yang menyebut, varian India, Inggris, dan Afrika. Malah belakangan, ada nama baru: varian Lambada, yang katanya berasal dari Amerika Latin," ujarnya.

Saleh menyebut tuntutan untuk melakukan PPKM darurat atau PSBB ketat sangat rasional dilakukan saat ini. Dia berharap pemerintah tidak terlambat mengambil sikap.

"Tuntutan untuk segera mengambil langkah PPKM darurat atau PSBB ketat saya kira sangat rasional. Pasalnya, rumah-rumah sakit rujukan Covid-19 dikabarkan hampir penuh. Belum lagi, tenaga-tenaga medis yang sangat terbatas dinilai kewalahan dalam menangani semua yang terpapar. Dan pada sisi lain, program vaksinasi masih jauh dari pencapaian 70 persen total penduduk," ujarnya.

Baca Juga: Indonesia akan Terima 2 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca dari Jepang

"Pemerintah tidak boleh terlambat. Keselamatan dan kesehatan warga negara harus diutamakan. Justru di situ letak pentingnya peranan pemerintah. Masyarakat tidak akan mampu berbuat banyak tanpa kebijakan-kebijakan strategis yang diterapkan pemerintah," imbuhnya.

Dilansir The Straits Times, Selasa, Presiden Jokowi dilaporkan akan menggelar rapat internal membahas opsi PPKM darurat hari ini. PPKM darurat disebut bakal diterapkan 30 Juni atau besok.

PPKM darurat yang dimaksud dalam berita tersebut yakni seluruh pekerja bidang non-esensial akan bekerja dari rumah dan tidak ada makan di tempat untuk di restoran.

Sementara itu, penerbangan domestik hanya diizinkan untuk orang yang sudah menjalani vaksinasi COVID dan membawa surat negatif PCR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya