SOLOPOS.COM - Aparat Polsek Karangmalang mengevakuasi Budi Supriyanto alias Jipi, 48, dengan kedua tangan dan kaki diborgol ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Solo dengan menggunakan mobil patroli Polsek Karangmalang, Sragen, Jumat (19/8/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Pembunuhan Sragen terjadi di Kampung Teguhan Kidul, Plumbungan, Karangmalang.

Solopos.com, SRAGEN–Lebih dari lima orang warga sibuk mendirikan kajang di depan rumah Suradi, 73. Suara lantunan ayat suci alquran terdengar dari teras rumah yang terletak di Kampung Teguhan Kidul RT 005A/RW 002, Kelurahan Plumbungan, Karangmalang, Sragen, Jumat (19/8/2016) pagi. Beberapa warga lainnya menata kursi plastik setelah kajang berdiri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Suradi terbaring tak bernyawa di peti mati berlapis kain putih di ruang tamu. Peti mati itu tertutup kain berwarna hijau yang berhias kaligrafi arab. Suryatmini, 51, duduk disamping peti mati ayahnya bersama adik-adiknya dan keponakan. Wajah perempuan berjilbab itu tampak sembab. Ia masih bisa bercerita tentang peristiwa nahas yang menimpa ayahnya saat Solopos.com bertandang ke rumah duka.

Suradi meninggal setelah opname di RSI Amal Sehat. Kakek-kakek tersebut mengalami luka tusukan di bagian perut sebelah kiri. Budi Supriyanto, 48, anak kandungnya yang menghujamkan gunting ke perutnya saat hendak memasuki rumah, Rabu (17/8/2016) sekitar pukul 13.00 WIB.

Jipi, sapaan akrab Budi Supriyanto, merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. Jipi dikenal keluarga dan warga Teguhan Kidul memiliki gangguan jiwa. Jipi sering mengamuk dan memukuli warga. Bahkan kakaknya, Sri Suryatmini, pun diancam dan sering dimarah-marahi. Padahal Sri yang menyiapkan obat dan makanan bagi Jipi dan Suradi.

“Jipi mengamuk sejak malam tirakatan Hari Kemerdekaan [Selasa, 16/8/2016]. Suaranya macam-macam. Simbah [Suradi] dan adik-adik juga ikut tirakatan. Kemudian simbah tidur di rumah putranya yang lain. Keesokan harinya, simbah pulang ke rumah ini. Saya bersih-bersih dan menyiapkan makanan seperti biasa. Kemudian saya pulang ke rumah tak jauh dari rumah simbah. Saya istirahat sambil lihat televisi,” ujar Sri.

Pada Rabu, pukul 13.00 WIB, Sri dikagetkan dengan teriakan anak-anak yang datang ke rumahnya yang menyampaikan kabar kalau perut Suradi berdarah. Sri segera berlari ke rumah orang tuanya. Ia melihat darah mengucur dari perut Suradi. “Sur aku mati iki [Ini]. Mati-mati ditusuk Jipi,” kata Sri menirukan suara Suradi yang masih memegangi luka tusuknya.

Suradi dilarikan ke RSI Amal Sehat. Sri mendapat informasi dari dokter kalau perut ayahnya harus dioperasi karena usus besarnya berlubang sebesar jari telunjuk orang dewasa. Lubang itu merupakan akibat dari tusukan gunting dari Jipi. Sembari menunggu jadwal operasi, Sri masih bisa berkomunikasi dengan Suradi.

“Simbah masih bisa berselawat dan berzikir. Kalau terasa sakit, simbah sambat. Akhirnya pada Kamis (18/8/2016) pukul 17.30 WIB, simbah mengembuskan napas terakhir,” kisahnya.

Sri tidak lagi memikirkan adiknya yang kurang waras itu. Sejak menusuk ayahnya, Jipi masih berkeliaran di kampung itu. Sri menyampaikan gunting yang digunakan Jipi sempat dibuang ke tempat sampah. Warga setempat mencari gunting itu ketika polisi datang Kamis malam. Jipi akhirnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara Mapolsek Karangmalang pada Kamis malam. “Saya tidak ingin Jipi kembali ke rumah. Jipi mengancam membunuh saya. Keluarga sepakat kalau Jipi dibawa ke RSJ [rumah sakit jiwa] selamanya. Saya pasrah sama polisi,” katanya.

Jipi mengalami gangguan jiwa sejak dipecat dari pekerjaannya di Bandung pada usia 25 tahun. Kemudian pulang dan sempat menikah. Pernikahan Jipi tak berlangsung lama hingga akhirnya cerai. Setelah cerai beberapa waktu kemudian ibu Jipi yang juga istri Suradi meninggal. Sejak peristiwa itu, Jipi sering mengamuk.

“Jipi pernah dibawa ke RSJ selama tiga kali. Belakangan Jipi menolak minum obat. Kalau saya minta agar minum obat, Jipi sering memarahi saya. Hingga akhirnya terjadi peristiwa penusukan perut simbah,” katanya.

Jipi dendam lama dengan Suradi tanpa sebab yang jelas. Jipi tinggal satu rumah dengan Suradi. Tempat tidurnya terpisah. Saat Jipi menikam ayahnya, kebetulan hanya ada Jipi dan Suradi di rumah itu. Jipi mendekam di penjara Mapolsek Karangmalang sejak Kamis malam. Kedua tangannya diborgol.

“Ia bukan bapakku. Saya hanya minta uang. Nilainya sedikit, hanya Rp3 juta. Uang itu akan saya gunakan untuk rabi [menikah] tapi tidak diberi,” kata Jipi dengan logat bahasa jawa ngoko halus.
Saat ditanya namanya, Jipi mengaku bernama Jipi Ardiyanto. Ia masih hafal alamat rumahnya. Ia juga bisa bercerita tentang motor vespanya yang turun mesin.

Aparat Polsek Karangmalang pun mengevakuasi Jipi ke mobil patroli Polsek Karangmalang. Kedua tangan dan kedua tangan diborgol kemudian diangkat empat orang menuju mobil. Jipi dibawa tim Polsek Karangmalang untuk dibawa ke RSJ Solo.

“Kapolsek sudah membantu keluarga korban dan menyelidiki perkara pembunuhan itu. Hasil penyelidikan diketahui, pelaku anak kandung korban sendiri dan memiliki riwayat gangguan jiwa karena pernah dirawat di RSJ Solo. Jipi ini sempat melarikan diri kemudian diamankan di Polsek. Hari ini, Jipi dikirim ke RSJ untuk pemeriksaan kejiwaan,” kata Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso saat ditemui wartawan di Mapolres Sragen, Jumat siang.

Kapolres belum bisa menentukan langkah hukum lebih lanjut terhadap Jipi yang mengalami gangguan jiwa. Dia masih menunggu hasil pemeriksaan kejiwaan di RSJ Solo yang rencana dikirim ke Polres Sragen pada Jumat itu juga. “Ya, kami masih menunggu hasil pemeriksaan medis terhadap kondisi pelaku,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya