SOLOPOS.COM - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir. (JIBI/Solopos/Antara/Embong Salampessy)

Pembubaran ormas menjadi perharian Menristek Dikti

Harianjogja.com, SLEMAN — Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) akan memberikan dua pilihan bagi dosen maupun karyawan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terlibat di organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Seluruh rektor PTN akan dikumpulkan guna membahas keterlibatan perangkat kampus dalam organisasi HTI, pada pekan depan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menristek Dikti M. Nasir menyatakan, pihaknya akan memberikan dua pilihan kepada dosen maupun karyawan PTN yang terlibat di HTI. Pertama, diminta segera keluar dan tidak mengikuti kegiatan HTI kemudian bergabung dengan pemerintah, serta kedua, jika masih ingin aktif harus menanggalkan statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

“Nanti ada dua pilihan, ke depan saya akan siapkan ini, silahkan dia keluar dari HTi tidak mengikuti kegiatan HTI, bergabung dengan pemerintah dalam hal ini sebagai PNS. Kalau dia tetap ingin di HTI maka dia harus keluar dari PNS, nanti akan saya usulkan begitu. Karena apa, dia adalah bagian dari negara maka tidak boleh terpisah dari negara, ini penting sekali,” tegasnya seusai menghadiri acara pembukaan Kongres Pancasila di Balairung UGM, Sabtu (22/7/2017).

Terkait pemberian dua pilihan itu, pihaknya berencana mengumpulkan seluruh PTN di Indonesia pada 26 Juli 2017 mendatang. Langkah itu diambil, agar para rektor dapat menginformasikan kepada dosen maupun pegawai kampus, harus tetap setia kepada pancasila dan UU 1945. Keharusan itu sudah tertera dalam PP No.53/2010 tentang disiplin PNS. Ia menegaskan, sesuai dengan Perpu Ormas yang dikeluarkan presiden sekaligus Kemenkumham yang telah membubarkan HTI, maka dosen dan pegawai kampus tidak boleh terlibat lagi dalam organisasi HTI.

“Ke depan saya akan mengumpulkan semua rektor insyaallah tanggal 26 [Juli], saya beritahukan juga dosen-dosen pegawai yang terlibat HTI itu harus mengikuti PP 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS. Dimana disiplin pegawai itu menyatakan diri dia adalah harus setia kepada Pancasila dan UUD 45, jadi jelas dengan PP itu,” tegasnya.

Dalam proses membersihkan HTI di lingkungan kampus, Nasir akan menjadikan rektor, pembantu rektor hingga dekan sebagai jaminan bahwa tidak ada lagi keterlibatan dosen dan karyawan di HTI. Oleh karena itu rektor dan jajarannya harus mengawasi aktivitas dosen yang terlibat HTI yang muaranya, agar dosen tersebut segera menghilangkan aktivitas di HTI.

“Jaminan adalah ada rektor, pembantu rektor, dekan yang mengawasi aktivitasnya dia. Dia [dosen HTI] harus menghilangkan aktivitas yang selama ini dilakukan [di HTI], ini yang penting. Menjadi sangat penting bagi kita dan harus kita lakukan,” ucap dia.

Sedangkan untuk perguruan tinggi swasta, perlu dilakukan pembahasan dengan Koordinator Kopertis. Namun, ia menyatakan, kebijakan bisa disamakan yang intinya, dosen di kampus swasta juga harus meninggalkan HTI.

“Nanti dengan koordinator Kopertis, ya harus sama tetapi berbeda dengan perguruan tinggi negeri, swasta nanti bagaimana nanti membuat model berbeda. Mungkin regulasinya,” kata Nasir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya