SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

PENGASIH—Meski masyarakat dan pemilik warung angkringan sudah banyak beralih (konversi) menggunakan tabung gas, namun prospek bisnis arang diyakini masih bagus. Pasalnya, selain jumlah pembuat arang sudah mulai berkurang, permintaan arang di masyarakat masih tinggi.

Sunaryo, misalnya, warga Dusun Karangasem, Sidomulyo, Kecamatan Pengasih sudah dua tahun ini menekuni bisnis pembuatan arang. Hasilnya, jelas Sunaryo, meski keuntungannya sedikit namun diyakini bisnis arang masih prospektif. Dia mengaku tidak takut gulung tikar, meski masyarakat saat ini sudah beralih menggunakan gas elpiji.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

 Alasan lainnya, tambah dia, pembuat arang sekarang jumlahnya menurun drastis. Saat ini saja, di wilayahnya, hanya ada tiga orang pembuat arang yang masih bertahan. Selain menyebabkan persaingan tidak terlalu ketat, pasokan dan permintaan arang untuk mayarakat di DIY stabil.

“Tidak semua warga yang berani menggunakan tabung gas elpiji. Banyak juga yang takut. Nah, yang takut itu tetap menggunakan kayu, kompor atau arang. Jadi, kami tidak takut kehilangan pembeli,” ungkap Sunaryo saat ditemui Harian Jogja di tempat pembuatan arang, Kamis (13/10).

Hal senada juga disampaikan Sugondo, warga Gondakan, Sidomulyo. Sampai saat ini, tandasnya, para pembuat arang masih menggunakan bahan kayu seperti sonokeling dan akasia sebagai bahan bakunya. “Katanya ada yang menggunakan batok kelapa. Tapi, kami masih belum menggunakan bahan lain selain kayu,” tandas Sugondo.

Untung kecil

Disinggung soal bahan baku pembuatan arang, baik Sugondo maupun Sunaryo mengaku tidak mengalami kesulitan. Selama ini, tingkat kesulitan yang dihadapi hanya masalah keuntungan yang dinilai kecil.

Untuk sekarung arang dengan kualitas bagus (besar-besar), hanya dihargai Rp45.000 per karung. Sedangkan untuk sekarung arang dengan kualitas biasa (kecil-kecil), umumnya dihargai Rp35.000 per karung. “Kalau untungnya kecil, mas. Asal pengambilannya konsisten tidak masalah,” ungkap Sunaryo.

Padahal, kata Sugondo, untuk membuat arang dibutuhan waktu antara dua hingga tiga hari sampai kayu yang dibakar benar-benar menjadi arang. Dalam sekali panen, rata-rata mereka mampu menghasilkan tujuh sampai 10 karung. “Sayangnya, pasarannya hanya di wilayah DIY saja. Itupun kadang dua minggu hingga satu bulan sekali, pemasok datang ke sini,” pungkas dia.(HARIAN JOGJA/Abdul Hamied Razak)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya