SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/dok)

Pemberian remisi dasawarsa menurut akademisi tidak sepantasnya diberikan kepada para koruptor.

Kanalsemarang.com, PURWOKERTO-Guru besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Ade Maman Suherman mengatakan remisi dasawarsa tidak perlu diberikan kepada narapidana kasus korupsi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Remisi dasawarsa kalau normatifnya memang diberikan, ya diberikan saja, namun harus selektif. Untuk penjeraan, mestinya kalau yang terlibat narkoba, korupsi, menurut saya enggak usah dapat remisi,” katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu (12/8/2015).

Dalam hal ini, kata dia, pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus menyeleksi siapa yang pantas dan siapa yang tidak pantas mendapatkan remisi dasawarsa.

Menurut dia, pemberian remisi sebenarnya justru mereduksi rasa keadilan yang telah diputuskan ketika di persidangan.

“Misalnya, hakim menimbang terdakwa ini ganjarannya 15 tahun. Apa yang divonis oleh hakim sebenarnya 15 tahun secara total namun dalam perjalanan [menjalani hukuman] ada remisi hari besar dan sebagainya, sekarang remisi dasawarsa. Itu [pemberian remisi] sebenarnya mengurangi rasa keadilan,” kata Ketua Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran Unsoed Purwokerto itu.

Menurut dia, pemberian hukuman kepada koruptor harus maksimal seperti hanya yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok dengan memberikan hukuman mati kepada terpidana kasus korupsi.

Oleh karena itu, kata dia, pemberian remisi dasawarsa secara cuma-cuma atau tanpa harus memenuhi syarat tertentu tersebut tidak selaras dengan semangat untuk memberikan efek jera khususnya bagi koruptor.

“Korupsi itu memang sesuatu yang harus diposisikan kejahatan yang luar biasa [extraordinary crime], apalagi ketika melihat jumlahnya, kemudian efek kepada masyarakat, dan sebagainya. Ini sebagai upaya pemerintah agar jangan sampai ada masyarakat meniru ketika hukumannya tidak berat, nanti setelah dihukum dapat remisi, pasti orang-orang yang korupsi itu berhitung secara matematika, ah saya korupsi sekian miliar, toh nanti saya dihukum sekian, remisi sekian, sehingga secara rasional mengambil risiko ini [korupsi],” kata dia yang lolos Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahap III.

Bahkan, kata dia, remisi dasawarsa tidak perlu diberikan kepada koruptor yang telah mengembalikan kerugian negara maupun denda yang dijatuhkan pengadilan.

Kendati demikian, Ade mengakui bahwa saat ini, banyak lembaga pemasyarakatan yang daya tampungnya telah melebihi batas kapasitas sehingga pemberian remisi dapat mengurangi daya tampung.

Akan tetapi di satu sisi, lanjut dia, jika remisi tidak diberikan, lembaga pemasyarakatan akan semakin penuh.

“Bisa juga, dilatarbelakangi terlalu padatnya lapas sehingga yang sudah ada di dalam dibina dan ketika sudah memenuhi syarat tertentu diberi remisi sehingga mempercepat untuk keluar dan diganti yang baru lagi. Itu aspek-aspek yang mungkin melatarbelakangi pemberian remisi selain evaluasi dan monitoring terhadap perilaku yang bersangkutan,” katanya.

Meskipun demikian, dia mengaku tidak sependapat dengan rencana pemberian remisi dasawarsa kepada narapidana kasus korupsi.

Pemberian remisi dasawarsa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1955 tentang Pengurangan Pidana Istimewa pada Hari Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan.

Remisi dasawarsa itu diberikan kepada narapidana secara cuma-cuma atau tanpa harus memenuhi syarat tertentu sehingga terpidana kasus korupsi berpeluang mendapatkannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya